Wayang Pospa

Home | Parwo-01 | Parwo-02 | Parwo-03 | Parwo-04 | Parwo-05 | Parwo-06 | Parwo-07 | Parwo-08 | Parwo-09 | Parwo-10 | Parwo-11 | Parwo-12 | Parwo-13 |

26.11.00

I. Parwo Dandoko

Episode 1 :
Sesaji Aswomedo

Tidak biasanya beliau tinggal di paseban sendirian. Biasanya sang Prabu jengkar mendahului semua pejabat kerajaan. Kini Rekyono Patih, menteri2, nayoko2 projo, dan semua orang sudah meninggalkan balairung. Prabu Dosoroto terhenyak disinggasananya memandang lantai paseban yang gilar2 membentang luas. Matanya menerawang kedepan, melihat alun2 dengan sepasang pohon wringin kurungnya.

Prabu Dosoroto dan Permaisuri Dewi Susalyo atau Dewi Raghu menikah cukup lama tetapi belum juga punya keturunan. Hal ini merisaukan hatinya. Keturunan bukan hanya masalah pribadi tetapi sudah menjadi masalah negara karena pada waktu itu pewaris kerajaan adalah putra Raja. Apalagi Prabu Dosoroto adalah raja kawentar dari negara besar Ayudyo yang kaya raya, subur makmur gemah ripah loh jinawi. Toto titi tentrem dan kertoraharjo. Karena waktu itu belum ada bayi tabung, satu2nya jalan adalah dengan menikah lagi. Raja Ayudyo tidak tanggung2 menikahi 2 garwo ampéan yaitu Dewi Kekayi dan Dewi Sumitro. Namun setelah sekian lama menikah, ketiga istri2 itu tetap juga tidak juga kunjung hamil.

Atas saran seorang pendhito, sang Raja mengadakan sesaji Aswomedo. Semua istri2nya melakukan upacara ritual menari nari seolah melakukan hubungan badan dengan bangkai kuda. Tidak jelas mengapa bukan dengan kuda hidup. Juga tidak jelas mengapa dengan kuda. Mengapa bukan dengan ayam misalnya. Bukankah ayam lebih digdoyo ? Tanpa jago bisa beretelur dan punya anak. Karena kuda terkenal ‘jantan’ dengan ukurannya yang ‘king size’ ? Entahlah. Upacara seperti ini bukan aneh dijaman itu. Di Jepang ada upacara semacam itu. Wanita yang mandul melakukan upacara ritual dengan jalan menggosok gosokkan yoninya ke sebuah patung lingga yang dikeramatkan. Apalagi kalau digosokkan punya kita, wuah ...

Versi lain mengatakan bahwa Raja Ayudyolah yang mungkin mandul. Ini masalah serius karena Prabu Dosoroto tidak punya saudara kandung. Siapa nanti yang akan meneruskan tahta Ayudyo ? Versi ini menyatakan bahwa Prabu Dosoroto datang ke sebuah asrama resi2 untuk mendapatkan ‘suwuk’. Suwuk disini bukan sebatas kata2, jompa jampi dan doa2 tetapi sang raja meminta ketiga garwo2nya dibuahi begawan2 di pertapaan itu. Tentunya pembuahaan dilakukan dengan cara alamiah karena waktu itu belum ada bank sperma dan inseminasi. Tidak jelas juga apakan hanya satu pendito yang membuahi ketiga istri2 itu, atau satu pendeta untuk satu istri, atau malah rame2 - jambore.

Apa yang dilakukan Prabu Dosoroto tidak jarang terjadi dimasa itu. Dalam kisah Mahabarata, pewaris Astino meninggal sebelum sempat punya keturunan. Supaya punya keturunan, dipanggilah begawan Abiyoso atau wiku Kresnodwipoyono dari pertapan Saptorenggo untuk membuahi menantu2 Hastinopuro. Karena sang begawan tampangnya sangat buruk, ada menantu itu yang memejamkan matanya ketika dibuahi sang pendeta. Akibatnya anak yang lahir, raden Destoroto buta. Menantu kedua kaget sampai pias dan memalingkan mukanya sehingga anaknya yang bernama Radèn Pandu berwajah pucat dan lehernya tèngèng. Menantu ketiga takut2 dan berjalan berjingkat jingkat. Kelak anaknya yang bernama Yomo Widuro berjalan pincang. Ada yang tanya, kalo pas dikeloni bopo begawan ia bersin2 bagaimana ? Ya, anaknya wohang wahing, to ? Kalau sedang glègèk-en coca cola ? Mbuh ... !

Entahlah, mana dari versi2 tersebut yang benar tidaklah jelas. Yang jelas ketiga garwo raja hamil dan melahirkan hampir bersamaan. Yang pertama melahirkan adalah Dewi Kekayi dan anaknya diberi nama raden Bharoto. Berikutnya, permaisuri Dewi Susalyo melahirkan raden Romowijoyo. Dewi Sumitro melahirkan raden Lesmono. Beberapa bulan berselang Dewi Kekayi melahirkan lagi seorang putra bernama raden Satrugeno. Betapa bahagianya sang Prabu memiliki empat putra sekaligus.

Keempat putra tersebut dididik dikraton. Segala olah Joyo kawijayan, kesaktian, ilmu tata negara, militer, hukum, dll. Sejak kecil raden Romowijoyo telah menunjukkan bakatnya yang ruarbiasa. Tidak ada seorangpun yang meragukan bahwa beliaulah putra mahkota kerajaan Ayudyo. Prabu Dosoroto sangat berbahagia dengan putra2nya. Ia sangat bangga dan sangat sayang kepada putra sulungnya raden Romowijoyo yang diagul agulkannya menjadi penggantinya kelak jika telah dewasa.

Gambar : Prabu Dosoroto berdampingan dengan permaisuri Dewi Raghu berhadapan dengan Dewi Sumitro dan Dewi Kekayi dibelakangnya.

Episode 2 :
Supoto Sharwono
________________________________________

Walaupun berbeda ibu, sejak kecil Lesmono sangat dekat dengan Romo. Bharoto kompak dengan adik kandungnya Satrugeno. Pengasuh Bharoto dan Satrugeno adalah emban Mantoro. Hubungan emban ini dengan Dewi Kekayi sangat dekat. Walaupun kedudukannya hanya emban, pengaruhnya sangat besar. Emban Mantoro adalah emban yang ambisius. Cita2nya tinggi. Ia menginginkan kedudukan yang lebih tinggi. Ia kemaruk harta dan kuasa.

Adalah lumrah dalam kehidupan poligami, selain hubungan saling menyukai diantara istri2, sering terjadi kecemburuan, iri dan rivalitas diantara mereka. Dewi Kekayi memendam rasa iri ini. Iri kepada Dewi Susalyo yang menjadi permaisuri, iri karena anaknya tidak sehebat anak marunya. Terkadang terlintas dalam benaknya betapa bombong hatinya seandainya putranya jadi raja. Namun ia tidak bisa berbuat apapun. Romo terlalu sulit untuk ditandingi.

Pada suatu hari, sang Prabu menghibur diri dengan berburu sendirian. Biasanya belum tengah hari beliau telah mendapatkan buruan tetapi kali ini sudah lewat tengah hari tak seekorpun buruan nampak. Sang raja kelelahan dan mulai merasa kesal. Ketika sedang beristirahat, tiba2 diseberang danau tampak rumput2 dan ilalang ber-gerak2 menandakan adanya makhluk yang sedang disitu. Jaraknya cukup jauh dan sang Prabu tidak ingin kehilangan buruan. Jika didekati, harus memutar. Beliau takut buruan lari. Dengan mengerahkan kecakapannya dalam membidik, untung2an sang Prabu membidik dan srettt panah melesat dari busurnya.

Alangkah kagetnya ketika terdengar jeritan manusia. Ter-gopoh2 beliau mendekati semak2 tsb. Betapa terkejutnya Prabu Dosoroto mendapati seorang anak muda terkapar terkena anak panahnya. Melihat pakaian Prabu Dosoroto, anak muda itu tahu bhw ia sedang berhadapan dengan raja. Dengan ter-engah2 anak muda itu berkata

“ … mengapa baginda memanah saya … ? ”
“ aku … tidak sengaja, anak muda … “
Prabu Dosoroto mencoba menyelamatkan nyawa anak itu dengan menaburkan obat2an yang dibawanya.

“ … saya mohon bantuan … “
“ katakan apa yang bisa kulakukan. Siapa kamu ? ”
“ saya anak Sharwono … kedua orang tua saya buta … mereka sedang menantikan kedatangan saya membawa beras … “ Sharwono mulai sesak nafasnya.
“ mohon bawakan beras ini ke … “ Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, nyawanya keburu meregang. Dengan masgul Prabu Dosoroto memanggul jasadnya mencari cari rumah orang tuanya.

Begawan Sharwono adalah pendito yang gentur tapanya sehingga beliau menjadi resi yang sakti mondroguno. Istri Resi Sharwono juga buta sehingga kedua orang tua itu sangat tergantung hidupnya pada putra tunggalnya. Prabu Dosoroto tertegun melihat kenyataan itu. Pelan2 jenasah diletakkan. Sang resi yang merasakan kedatangan sang Prabu bersabda
“ siapakah angger ... ? “

Terbata2 sang raja berkata “ Aku Prabu Dosoroto dari Ayudyo ... aku sedang kena sambekolo ... tidak sengaja memanah anakmu hingga mati “ Alangkah terkejutnya kedua orang tua tadi. Dengan sedih bercampur marah, sang Wiku berkata : “ bagaimana mungkin raja besar seperti anda bisa berlaku ceroboh ! “ Prabu Dosoroto hanya bisa diam tanpa menjawab sepatah katapun. Dengan geramnya sang pandhito mengutuk Prabu Dosoroto dengan suara menggeletar.

“ wahai kulup raja Ayudyo, ketahuilah karmamu, ... suatu saat nanti kulup akan mengalami hal yang membuatmu sangat berduka ... anakmu akan ada yang kena bilahi ... angger akan berpisah dengan anak yang paling kulup cintai ... dan kulup akan mati merana dalam kesedihan ... “

Sebagai raja yang berbudi mulia, Dosoroto sudah cukup tertekan dan merasa bersalah atas kecerobohannya. Kini beliau harus menerima kutukan yang tidak bisa ditampiknya. Setelah sekian lama, barulah beliau bisa melupakan supoto Sharwono. Namun, tanpa disadari Prabu Dosoroto Supoto Sharwono diam2 menunjukkan tuahnya.


Episode 3
Bebendu di Ayudyo.
________________________________________

Kini para putra kerajaan telah menanjak dewasa semua. Radèn Romo benar2 seorang pemuda santun dan bersahaja yang cemerlang. Ia tampan dengan tubuh atletis. Ia memiliki kharisma, mampu berbicara memukau, bahkan seolah memiliki kekuatan sihir terhadap massa. Ia dikaruniai aurora kewibawaan. Dimanapun ia melangkah, orang2 selalu bisa merasakan kehadiran sosoknya. Segala olah keprajuritan dikuasai terutama memanah. Ia menguasai taktik & strategi militer, ilmu tata negara, dll. Romo sudah menjalani uji fit & proper test sebagai calon raja dengan predikat summa cumlaude. Ia sangat pantas menjadi raja di Ayudyo.

Beberapa tahun setelah supoto Sharwono, kedigdayaan kutukan ini mulai merejam. Ada putra kerajaan yang pertumbuhannya menyimpang. Lesmono menjadi gay. Ia tampan, nyaris ayu. Tetapi dibalik penampilannya yang gemulai, Lesmono memiliki patrap 100% laki2. Ia sama sekali tidak tampak sebagai bencong. Kadang2 kabut feminin terbias dari auroranya. Ia militer tulen. Gerak geriknya sangat cekatan dan tegas, patuh, disiplin, dan sulit diajak kompromi. Radèn Lesmono yang pendiam sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Ia pria perasa berhati lembut yang menyukai pria2 berwibawa. Radèn Bharoto dan Radèn Satrugeno tumbuh sebagai pemuda normal, mereka tertarik dengan lawan jenisnya. Kedua satrio ini selamat dari kutukan Sharwono. Sayangnya, kepribadiannya lemah. Mudah dipengaruhi dan ditunggangi pihak lain. Kedua atmojo dewi Kekayi menerima supremasi Romo selain sebagai putra permaisuri, Romo memang Jalmo Linuwih.

Ada penonton mbeler nylethuk :
+ Ki Dhalang, bahasanya kok ambur adhul ?
- Yo bèn ...
+ Itu namanya Dhalang mbeler ...
- Bèn aé ...

Yang paling parah justru si bintang kejora yang rendah hati, Radèn Romowijoyo. Ia menjadi bisexual, tertarik dan bisa dengan laki2 maupun wanita. Namun ia lebih menyukai, nuwun sewu, silit pria. Romo & Lesmono, saudara seayah lain ibu saling menyukai. Makin tahun hubungan mereka makin erat sehingga terjalinlah hubungan kekasih. Lesmono adalah pribadi manis yang setia, ia menjalin hubungan kasih hanya dengan Radèn Romo.
+ Lho ki, ... itu namanya incest, to ?
- Hè’ èh ...
+ Kok begitu ?
- Bèn aé, critané ngono, kok ...

Kesetiaannya bahkan bisa menjadi suri tauladan. Seumur hidupnya sampai matinya ia wadhat, tidak pernah menikah. Dalam tradisi waktu itu, laku wadat umum dikalangan pandito. Ksatria wadat tidak biasa. Dalam dunia pewayangan, hanya ada dua satrio yang selibat, yaitu Lesmono dan resi Bismo. Walaupun menyandang gelar resi, kasta Bismo adalah kasta satrio karena kedudukannya sebagai Senopati Astino. Sedangkan Lesmono wadhat karena ia memang tidak mau kawin dengan wanita.

Kewadhatan Lesmono adalah suatu misteri. Misteri kedua adalah kesetiaannya terhadap Romo yang mentakjubkan. kemanapun Romo berada, disitu selalu ada Lesmono. Berbeda dengan Lesmono yang cenderung monogamis, Romo adalah poligamis. Ini adalah sikap yang wajar waktu itu karena ia adalah calon raja. Semasa mudanya ia suka bertualang dari satu wanita ke wanita lainnya. Juga dari satu lelaki ke lelaki lainnya. Dalam hal ini ia gay aktif atau ngeloni. Lesmono adalah gay pasif atau dikeloni. Namun demikian, cinta kasihnya hanya untuk seorang – kakaknya, junjungannya, pujaan hatinya, Radèn Romo.

Penyimpangan kedua putra kerajaan itu tidak diketahui masyarakat luas. Hanya ada beberapa orang yang berhubungan dengan Romo yang tahu. Mengingat kedudukan Romo, mereka ini mendhem jero - bungkam, diam seribu bahasa. Prabu Dosoroto bukannya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Beliau tahu tetapi tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa. Setiap kali memandang Romo dan Lesmono, setiapkali pula beliau harus mengenang jasad putra Begawan Sharwono. Prabu Dosoroto mengerti bahwa ia sedang menerima bebendu.

Prabu Dosoroto berpikir, jika Romo sudah menikah barangkali orientasi sexualnya akan bergeser. Oleh karenanya dititahkannya Romo mengikuti sayembara yang diadakan di Manthili. Sebuah negara yang terletak agak jauh dari Ayudyo. Sebenarnya Romo belum begitu berminat untuk menikah. Ia begitu menikmati kebebasannya sebagai pria lajang. Ia bisa hinggap dari satu bunga ke bunga lainnya dengan bebasnya. Tidak peduli bunganya jantan apa betina. Disamping itu, ia sudah berbahagia dengan adik kinasih Lesmono.

Episode 4 :
Sayembara Manthili.
________________________________________

Namun, Romo menyadari kedudukannya sebagai calon raja. Ia harus punya permaisuri. Disamping itu ia tertantang dengan sayembara itu. Dengan setengah hati berangkatlah Romo dengan adiknya dengan suatu tekad, memenangkan sayembara. Ia tidak begitu peduli dengan hadiahnya. Yang penting, menang.

Sayembara di negara Manthili untuk memperebutkan Dewi Sinto yang terkenal ayu moblong2 telah membuat dunia wayang gempar. Manthili bukanlah sebuah negara besar, bahkan tergolong miskin dan lemah dalam hal militer. Jika jaman sekarang barangkali seperti Kamboja atau Vietnam.

Selain cantik jelita, Sinto mewarisi bakat ayahnya sebagai negarawan. Ia mampu melakukan negosiasi2 dan cukup paham mengenai masalah2 negaranya. Sinto adalah pribadi yang tidak suka dipinggirkan, mudah mutung. Kalau sudah mutung menjadi kepati pati. Sulit disambung lagi. Ia perasa dan haus akan belaian kasih sayang dan perhatian. Ia mudah terluka.

Kiranya tidak perlu kita ceritakan bagaimana sayembara ini berlangsung. Kurang lebih seperti di pedhalangan. Romo memenangkan sayembara dan ia menjadi kawentar karenanya. Inilah debut Romo yang pertama. Sayembara ini memotivasi pemuda tampan ini. Dibalik penampilannya yang kalem, ada bara didadanya. Sebuah ambisi, sebuah visi dari sosok bermental juara.

Ketika ternyata pemenangnya adalah Radèn Romowijoyo, Prabu Janoko raja Manthili sangat bergembira. Beliau berharap kehadiran Radèn Romo bisa memberi dampak positip berupa bantuan dari negara kaya Ayudyo. Aliansi dua negara yang sebenarnya timpang. Sepertinya Manthili adalah protektorat Inggris ... é klèru ... Ayudyo.

Betapa bahagianya Sinto mendapatkan suami yang cemerlang dari negara kaya raya. Sinto diboyong dari negara miskin ke negara kaya ibarat kéré munggah balé. Sinto yang pada dasarnya matré agak kecewa karena Romo bersahaja, tidak gemebyar. Bahasa Jakarté, kurang ngejreng. Pada dasarnya pernikahannya bermuatan politis ekonomis. Prabu Janoko yang sangat prihatin dengan kemiskinan negaranya wanti2 kepada putri pembayunnya untuk menjalankan misi negara – meminta bantuan IMF.

Alangkah bahagianya prabu Dosoroto berbesan dengan prabu Janoko yang dikenalnya sejak kecil. Betapa bangganya sang prabu memiliki mantu yang moblong2. Segera ditandatanganinya persetujuan untuk mengimpor TKW & TKM(anthili). Namun, beliau kecewa. Romo tidak berubah.

Walaupun sudah memiliki garwo yang demikian jelita, Romo tidak menyadari pengaruh Supoto Sharwono. Romo masih sering melakukan hobbynya – sodom sana sodom sini. Tiada hari tanpa mencari **lit pria. Ia tetap saja berhubungan kasih dengan Lesmono. Sesungguhnya, Lesmonolah kekasihnya yang paling sejati dan dicintainya. Walau ia menyukai Sinto yang kinclong2, baginya Sinto adalah sebuah status simbol. Untuk menunjukkan kedigdayaannya dalam memenangkan sayembara. Baginya pernikahan ini lebih bersifat formal institusional.
Prabu Dosoroto tidak tinggal diam. Dikerahkannya pendhito2 sakti dari seluruh pelosok untuk menangkal Supoto Sharwono. Semua gagal, Romo terus saja ber-hura2 dengan bunga2 jantan. Pernah prabu Dosoroto menelpon menteri agama RI. Dimintanya dukun sakti (yang membisiki supaya menggali situs Batu Tulis) untuk menangkal Supoto Sharwono. Dipanggilnya Ki Gendheng Pamungkas. Gagal juga.

Mungkin karena pengaruh Supoto Sharwono, Romo menjadi makin lupa daratan. Ia mecoba menggoda Radèn Bharoto. Percobaannya gagal total, Bharoto menolak Romo. Bharoto sangat kaget ketika mengatahui bahwa Romo seorang bisex. Berbeda dengan orang2 lain yang tidak berani berbuat apapun atas perbuatan Romo, Radèn Bharoto mengadu kepada ibunya. Dewi Kekayi sebenarnya hanya sebatas kaget tetapi emban Mantoro dengan cepat memanfaatkan situasi ini.

“ Wah, Gusti Dewi ... kalau Radèn Romo berkelakuan seperti itu, rasa2nya ia tidak pantas menjadi raja. Lebih baik gusti Dewi melaporkan peristiwa ini kepada baginda raja. Dengan begitu putra gusti Dewi bisa madheg Raja “
“ Aku rasa sulit karena baginda sangat mencintai Romo. Lagipula, ia putra permaisuri sedangkan aku ini hanya garwo ampéan“
“ Nanti dulu, gusti ...


Episode 5 :
Romogate
________________________________________


“ Nanti dulu, gusti ... sebenarnya dari ke-empat putra kerajaan tak ada seorangpun yang bisa disebut putra permaisuri. Lha, bagi pendeta atau pendeta2, mereka semuanya permaisuri. Ini bisa kita permasalahkan. Dengan mengexpose masalah ini, baginda akan takut menjadi aib karena rahasianya bahwa istri2nya dikeloni orang lain terbongkar. Yang lahir duluan adalah dèn Bharoto, ini juga satu kartu truff kita“

“ Terus, apa rencanamu ? “
“ Nanti saya yang akan mempolitisir kasus susila ini dengan memprovokasi para tokoh2 agama, poltisi2, dll. Saya bisa memanipulasi dewan agama supaya mengeluarkan fatwa bahwa gay adalah nista dan tidak diterima menjadi raja. Saya akan kerahkan politisi2 kita untuk koalisi dengan partai2 untuk membuat pansus Romogate“

Dewi Kekayi menghadap Prabu Dosoroto dan mengadukan perilaku Romo yang menyimpang. Seketika itu juga sang raja paham bahwa supoto Sharwono sedang menikam dirinya. Sebagai raja beliau memiliki kekuasaan absolut. Beliau bisa saja menutup kasus ini, bahkan menghukum yang melaporkan namun baginda raja pasrah kepada karmanya. Terbayang jenasah Sharwono dan kedukaan kedua orang tuanya. Dengan perasaan sedih beliau menyerahkan masalah ini kepada pemuka2 negara. Waktunya telah tiba – Supoto Sharwono telah datang menjemput karmanya, beliau akan terpisah dengan putra tercinta. Dan ajal sedang menghampiri. Prabu Dosoroto menarik nafas, dan tanpa disadarinya ia menyenandungkan doa2 kematian. Bagi dirinya. ...

Pada saat yang bersamaan, manuver emban Mantoro bekerja dengan efektif. Sebuah pansus Romogate dibentuk untuk mengadili kasus penyimpangan Romowijoyo, yang sebenarnya sudah lulus uji proper & fit untuk menjadi raja Ayudya. Namun yang terjadi mirip dengan kasus Anwar Ibrahim von Malaysia. Dari segi manapun Anwar dianggap mampu untuk memimpin Malaysia. Karena nila setitik, karena nyodomi sopirnya, rusak susu sebelangga.

Begitu pula halnya dengan Romo. Tak ada seorangpun yang meragukan kapasitas istimewa yang dimiliki Romo. Sebenarnya kelemahan Romo bukan masalah besar dalam hal tata negara. Ini masalah pribadi. Namun perilaku bisexual saat itu dianggap perbuatan nista. Keadaan bertambah parah karena maneuver2 politik dan provokasi emban Mantoro yang gencar. Prabu Dosoroto benar2 pasrah atas karmanya dan sama sekali tidak mencampuri Pansus Romogate. Terjadi heboh di Ayudyo dan akirnya pansus Romogate berhasil menjatuhkan Romo. Raden Romowijoyo dipidana, ditundhung (diusir) dari Ayudyo 12 tahun lamanya.

Kita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Itu adalah intrik2 politik sukseksi. Yang sering terjadi adalah ‘sibling rivalry’ atau rivalitas antar saudara yang bisa kita perluas menjadi rivalitas antar kerabat. Kasus ini mendominasi kisah ini. Mahabharata adalah perang saudara tunggal embah. Pecahnya Mataram menjadi Paku Buowno, Mangkunegoro, dan Hamengkubuwono tak lain adalah kasus sibling rivalry. Terkadang sebenarnya sibling rivalry tidak begitu keras namun (selalu) ada pihak ketiga yang menunggangi rivalitas saudara sekandung itu. Di RI, kita lihat ada partai yang mengusung Rahmawati sehingga timbul sibling rivalry antara kedua mbakyu-adi ini. Dalam kasus retaknya Mataram, Belandalah si pihak ketiga.

Dalam pakem, kasus Romogate adalah rivalitas istri2 prabu Dosoroto. Dalam versi ini, pihak ketiga adalah mbok emban Mantoro.

Jika Romo ditundhung, kemungkinannya ‘salah’ atau ‘kalah’. Jikapun salah, mungkin kesalahannya bukan kasus homosexual. Bisa saja misalnya ia korupsi atau mismanagement. Atau, emban Mantoro yang mengusung Bharoto punya pendukung kuat sehingga bisa menjatuhkan Romo. Bisa juga terjadi, prabu Dosoroto dikalungi clurit dipaksa mengusir Romo dan mengangkat Bharoto. Kita tidak tahu apa yang terjadi. Seolah kita melihat sebuah kotak hitam. Tahu2 Romo terpental.

+ Lho, ki Dhalang, sik, sik, sik ...
- Opo ?
+ Ini wayang kok nggladrah soal2 politik ?
- Lho, kan sudah tak bilangi cerita ini didominasi soal2 politik & militer ?
+ O, enggih dhing ... lali kulo ...
- Sopo jenengmu ?
+ Paijo
- Kéné duduk dekat aku kéné, tak jadikan asisten Dhalang
+ Nggih .... tapi Ki ..., dhagelannya maaana ?
- ... mengko ....
+ Nggih ....


Episode 6
Romo Tundhung
________________________________________

Ketika semua orang sedang heboh, ada seorang wanita yang sangat terpukul – Dewi Sinto ! Ia benar2 tidak mengetahui penyimpangan yang diderita suaminya. Lebih parah lagi ketika ia mengetahui bahwa madunya laki2 ! Namun ia tidak sempat berpikir panjang. Kejadian berlangsung begitu cepat. Kemarin tidak terjadi apa2, tahu2 kini ia harus berkemas mengikuti suaminya jadi makhluk terbuang.

Akhirnya, nyaris tanpa persiapan berangkatlah Romowijoyo dengan istrinya, diikuti adik kinasih Lesmono. Dalam versi pedalangan ini kelihatan aneh. Lesmono ikut pasangan yang memadu kasih. Apa ia hanya disuruh mrongos melihat Romo-Sinto karonsih sepanjang jalan ?

Begitu Romo bertiga meninggalkan Ayudyo, emban Mantoro bergerak lebih jauh dengan mengirimkan pasukan untuk membunuh Romo. Namun Romo & Lesmono mampu mengalahkan pasukan itu. Bahkan dari peristiwa itu, kedua satrio ini tahu bahwa emban Mantorolah aktor intelektual dibelakang pansus Romogate. Setahu Romo, Radèn Bharoto sama sekali tidak menunjukkan ambisi madheg narendro. Begitupun tante Kekayi, walaupun memiliki sifat iri, Romo menampik kemungkinan bahwa tante yang berada dibelakang semua ini.

Bagi Romo sebagai manusia pinilih, ini bukan masalah berat. Dengan tenang diterimanya pengusiran ini bagaikan sebuah acara piknik. Namun, di dalam hatinya ia bersumpah akan merebut kembali tahtanya dari emban Mantoro.

Dalam versi pewayangan, perjalanan ke pembuangan dihutan belantara adalah kisah romantis. Namun tidak demikian halnya dengan Sinto. Ini adalah sebuah malapetaka. Tiap kali suaminya pamit cari makanan Sinto tahu bahwa Romo sedang memadu kasih dengan Lesmono. Didepan hidungnya ! Wanita mana yang tidak sakit hati ? Tiap kali ditinggal sendirian dihutan, cuma disuruh mrongos membayangkan Romo & Lesmono ambung2an yang pasti berujung dengan kelonan.

Dulu di Manthili ia terbiasa hidup sederhana karena memang negaranya miskin. Ketika menjadi menantu Ayudyo, tiba2 ia bagaikan kéré munggah balé. Shopping barang2 mewah, pesta2, makan enak, hura2, dll. Belum lama ia menikmati semua ini, tiba2 ia sekarang terbanting harus mudun balé. Malah lebih miskin dari dulu ! Ia harus kemekelen makan daun, rumput2an, tekèk, thok-érok, bandhempo, escargot. Escargot ? Ada masakan Perancis ? Bukan, escargot itu bahasa Jermannya bekicot. Jalannya becek, banyak nyamoek, kalau hujan trocoh. Pokoknya, hidup serba horotoyonoh.

Ia berharap bersuamikan raja tetapi sekarang Romo malah di-phk, jadi kéré unyik tur madesu – masa depan suram. Sinto sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi dalam mengemban tugas negara, meminta bantuan IMF. Lha wong suaminya sudah di Romogate-kan. Sudah ditinggal sodoman, jadi kéré, masih harus makan tekèk ! Menghadapi masalah itu lama kelamaan Sinto jadi tidak tahan hidup ngeres seperti itu. Ketika seseorang lewat membawa HP, ia pinjam dan kirim SMS kepada ayahnya supaya dijemput.
Menerima SMS dari alas gung liwang liwung Dhandhoko, segera Prabu Janoko mengirimkan surat balasan.

Pamuji Rahayu

Kata pembukaan ... blah ... blah ... blah ...

Betapa sedih hati ayahanda menerima kabarmu. Jika menuruti kata hati, rasanya aku akan segera menjemput putri yang kusayangi. Namun, ngger anakku, pahamilah posisi ayahmu sebagai narendro yang harus memenuhi sabdo pandito ratu. Kamu sudah kuserahkan kepada Radèn Romowijoyo dan aku tidak bisa dan tidak mau menjilat kembali pocapanku kecuali jika kamu dikembalikan padaku.

Keduakalinya, ingatlah kedudukanmu sebagai garwo, sigaring nyowo atau belahan jiwa. Tidak sepantasnya kamu meninggalkan suami yang sedang dalam kesusahan. Janganlah Swargo katut Neroko tidak ikut. Menjadi sisihan artinya selalu berada disisinya, baik dalam suka maupun duka. Jika ada masalah diantara kalian berdua, selesaikanlah diantara kalian berdua. Mertua tidak selayaknya intervensi urusan dalam negri, malah membuat situasi makin kisruh kehidupan rumah tanggamu.

Akirnya, besarkan hatimu, Radèn Romo bukan manusia sembarangan. Ia jalmo pinunjul. Ia pasti mampu mrantasi gawé. Mengingat beratnya keadaanmu, untuk sementara ini kutarik kembali tugas2 negaramu. Biarlah ini menjadi masalah para pranoto negoro.
Blah ... blah ... blah ... penutup dan doa restu

Ayah bunda tercinta
Prabu Janoko

Menerima surat dari ayahnya yang begitu, Sinto jadi nglokro. Jika ayahnya saja tidak bisa dan tidak mau mengulurkan bantuan, siapa yang bisa ?


Episode 7
Sinto Mutung
________________________________________

Sementara itu Romo sedang bermuram durja. Bukan, bukan karena kekalahan politiknya ia bermuram durja. Bagi manusia unggul ini, peristiwa politik itu tidak membuat nyalinya jadi ciut, sebaliknya semangatnya makin makantar kantar. Ia bahkan sudah mempunyai konsep bagaimana ia akan membuat perhitungan. Yang membuatnya sesak hati adalah penyimpangan sexual yang dialaminya. Bukan maunya ia menjadi begitu, tetapi ‘kodrat’ atau apalah namanya. Itu menyebabkannya ia menjadi jalmo kesampar, makhluk yang terpinggirkan, yang dinista. Ia merasa kurang dihargai dan tidak diperlakukan dengan adil.

Tuna netra, tuna wicara, dll, diterima dengan baik dalam masyarakat. Bahkan penyandang2 cacat itu ada yang mendapat perlakuan istimewa. Bagi Romo, apa yang diidapnya adalah sebuah cacat, yang mungkin sifatnya biologis, sama halnya dengan kusta, kelumpuhan, dll. Mengapa kaum homosexual tidak mendapatkan kedudukan yang layak ? Terkadang Romo menjadi geram dengan apa yang dideritanya

Radèn Romowijoyo terjepit antara marah dan nelongso. Jika ia menuruti kodratnya sebagai bisex, ia akan berhadapan dengan tatasusila yang sudah mapan ber-abad2 lamanya. Jika ia mengingkari kodratnya, ia seolah bersikap lamis. Mengingkari jati dirinya yang sejati. Jika ia persetankan tata susila, ia akan menimbulkan heboh. Tetapi semua sudah jadi bubur, ia harus membayar mahal dampaknya. Ia terjungkal dari posisinya sebagai calon raja.

Nandang susah, lama kelamaan Sinto makin tidak tahan. Sinto tidak lagi sudi diduakan dengan laki2 lain. Laki2 lain ! Dengan wanita lainpun sudah cukup menyakitkan, apalagi dengan pria lain ! Jika ia membayangkan Romo & Lesmono karonsih, nafasnya menjadi sesak, badannya menjadi gemetar, tulang2nya serasa dicopoti. Tiap kali ia tinggal sendirian Sinto selalu merasa nglangut dan keinginannya pulang makin kuat. Ia menginginkan kehidupan ngejreng, bukan jadi kéré. Ia berambisi jadi permaisuri, bukan bini orang dihutan. Ia mangemban tugas negara ! Akirnya Sinto tidak tahan, dengan tersedu sedan ia menghadap Radèn Romowijoyo.

“ Kangmas, saya sudah mencoba dengan segala cara untuk menerima kenyataan bahwa saya harus hidup berbagi dengan pria lain. Namun kangmas, hati saya jadi remuk redam. Saya jadi lemas tiapkali mengingat keadaan ini. Saya menyadari bahwa keberadaan saya disini malahan menjadi duri dalam kehidupan kakanda. Seperti kata lady Di, ... there is not enough room for the three ... salah satu harus mungkur. Biarlah saya yang mungkur, kangmas. Biarlah kangmas berbahagia. Saya rela ... pulangkan saya ke Manthili ... “

Romo kaget dan ia coba mengalihkan perhatian : “ Yayi Sinto, maafkan aku sehingga adinda harus terpuruk di hutan Dhandhoko ini ... keadaan memang berat bagimu, tetapi yakinilah bahwa Radèn Romowijoyo tidak akan tinggal diam. Aku rasa yang kau keluhkan adalah karena kesulitan ekonomi. Jika aku telah bisa atasi semuanya yayi Dewi akan mukti wibowo kembali seperti semula. Jika kamuktèn telah kita capai, semua yang yayi keluhkan akan hilang dengan sendirinya “

Namun Dewi Sinto tetap puguh. Ia mendesak bahwa salah satu, dirinya atau Lesmono harus mungkur. Romo serba salah. Sebenarnya ia lebih mencintai Lesmono, tetapi memulangkan Sinto menjatuhkan kedudukannya sebagai satrio yang harus mempertahankan apa yang telah disanggupinya. Belum lagi jadi raja, ia sudah mengingkari kesanggupannya. Jika ini dilakukan, musuh2 politiknya bisa memlintir kasus ini (lagi).

Diantara 3 orang itu Lesmonolah yang paling sumèlèh hatinya. Ia menerima kodratnya sebagai gay. Ia tidak bersikap lamis. Ia tampil dalam jatinya sebagai gay. Cinta kasihnya kepada kangmasnya, yang juga junjungannya, adalah sebuah cinta suci. Baginya, mencintai adalah memberi. Menirukan Ebiet ... cinta tidak mesti bersatu .... Sebagai pribadi perasa melihat Romo gundah ia tahu gelagat. Ia tanggap ing sasmito, paham dengan apa yang berkecamuk didada pujaan hatinya. Ia merasa sedih akan peristiwa yang sedang dialaminya tetapi ia iklas. Biarlah pujaan hatinya bisa melaksanakan dharmanya.


Episode 8
Lesmono Mungkur
________________________________________

“ kangmas Romowijoyo ... telah sekian lama saya mengikuti pembuangan di alas Dhandhoko ini, ... saya rasa sekarang waktu yang tepat bagi saya untuk menyendiri dalam sepi, ... menyucikan jiwa saya dengan bertapa puja semedi ditempat yang jauh, kakanda. ... Saya ... tidak akan kembali lagi ... “ Lesmono bicara dengan sikap tegar namun terlihat ada yang kontras, ia menggigit bibirnya. Seperti perempuan. Matanya kembeng2. Romo juga tanggap ing sasmito, ia paham bahwa adiknya yang dicintainya telah mungkur, mengorbankan dirinya. Romo serba salah, menahan salah, melepaskan juga keliru. Tetapi Lesmono sudah bulat tekadnya. Romo berusaha menahan namun ini tak lebih dari sikap sopan santun. Dari kejauhan, Sinto tertunduk menahan haru menyaksikan kakak beradik yang saling mencinta itu berpisah. Demi dirinya. Hati wanitanya yang lembut terasa tergores, menyesal telah mengusir Lesmono. Namun kembali badannya merasa lemas menyaksikan bagaimana kedua insan itu berangkulan menghilang di kerimbunan hutan. Kelonan ... kelonan yang pungkasan.

Akhirnya, Lesmono pergi meninggalkan alas Dhandhoko. Untuk bertapa disuatu tempat yang tidak jauh dari situ. Setiap hari ia hanya sesaji, tabur bunga, dan bertapa menggumamkan puja puji kepada Dewata2 di kahyangan. Diiringi tangis pilu burung Kedhasih.

Untuk kesekian kalinya Romo terhimpit rasa salah, sedih, sekaligus marah. Marah kepada Bhatoro Komojoyo yang telah membuatnya ia mencintai sesama pria. Adiknya, lagi. Namun dengan cepat Romo menyadari bahwa memang cinta itu buta. Cinta tidak mengenal ras dan bangsa. Tidak perduli dengan umur dan tidak harus antara pria dengan wanita. Bisa saja kasih sayang antara binatang dan manusia, cinta ayah-bunda, cinta saudara kandung, dan pria dengan pria serta wanita dengan wanita. tidak perduli kedudukan, bisa saja si miskin jatuh cinta kepada yang kaya dan sebaliknya. Panah asmara Betoro Komojoyo memang sakti, siapapun tak akan berdaya menghadapinya. Cinta itu buta ...

Sementara kita tinggalkan dulu kemelut cinta segitiga di hutan Dhandhoko. Sepeninggal Romo Prabu Dosoroto sangat berduka. Ia sangat sedih kehilangan Romo dan batinnya resah menyerahkan kekuasaan negara kepada Radèn Bharoto yang pribadinya lemah, mudah ditunggangi pihak lain. Begitu sedihnya Prabu Dosoroto sehingga beliau jatuh sakit sampai ber-bulan2 lamanya. Supoto Sharwono telah menjemput baginda raja. Beliau meninggal dalam kesedihan yang nestapa.

De Juro, raja Ayudyo adalah Prabu Bharoto tetapi de facto ratunya adalah emban Mantoro yang menjabat sebagai menteri sekretaris negara. Kekuasaannya begitu besarnya sehingga sekretaris negara seolah menjadi negara dalam negara. Semua pejabat2 penting diganti oleh orang2 mbok emban. Semua keputusan2 penting harus melalui sekneg. Orang2 yang setia kepada Romo dipinggirkan. Ada yang dipensiun, di phk, di dubeskan, sampai dipenjara. Banyak yang terbunuh tanpa ketahuan kuburnya. Kekuasaan Rekyono Patih, yang seharusnya lebih tinggi dari Sekneg dilucuti.

Radèn Bharoto dan biyungnya Dewi Kekayi tak lebih dari simbol negara. Ayudyo yang semula monarchi absolut menjadi semacam kerajaan di Timur Tengah dulu, dimana kekuasaan berada ditangan para wazir. Sultan tak lebih hanyalah symbol. Emban Mantoro sangat berkuasa dibidang keuangan. Semua pendapatan & belanja negara berada dibawah ketiaknya. Ia memperkaya diri mengejar mukti wibowo dengan korupsi.

Di Manthili keadaan jadi runyam. Sebelum Romo ditundhung banyak2 proyek2 yang didanai Ayudyo. Begitu Romo ditundung, bantuan keuangan dari Ayudyo tersendat, praktis terhenti. Proyek2 terbengkalai, pengangguran meruyak, dan mata uang njondhil2. Jatuh dari 2,500 ke 7,500 terus naik turun tidak jelas juntrungnya. Tiap kali Ayudyo minta bantuan selalu harus melalui emban Mantoro. Ketika Prabu Dosoroto sakit dan kemudian meninggal, Ayudyo seolah kepatèn obor. Ayudyo kehilangan koneksi dan terpaksa berurusan dengan emban Mantoro. Tiap kali mbok emban dimintai bantuan, jawannya selalu enggah enggih tetapi tidak pernah kepanggih. Seringkali bersikap seperti IMF, rewel. Harus begini, begitu, beginu. Pembesar2 Ayudyo sampai jengkel. Hubungan diplomatik jadi tegang. TKW & TKM(anthili) dipulangkan semua dari Ayudyo. Begitu jengkelnya sampai Manthili membuat stempel raksasa bertuliskan satu kata. Tiap kali emban Mantoro membuat syarat macam2, langsung dicap dengan stempel merah itu, yang sebesar kwarto – Prèk !



Episode 9
Sinto Purik
________________________________________

Dihutan Dhandhoko, sepeninggal Lesmono, keadaan tidak menjadi lebih baik. Romo sering termenung menyendiri memandang bulan merah sambil menyenandungkan lagu2 putus kasih. Hatinya sedih membayangkan adik kinasih sendirian bertapa di gua yang sunyi sepi. Ia menyesal telah melepaskan orang yang paling dicintainya, demi laku satrio utomo, yang sebenarnya sikap lamis. Demi ambisi politiknya untuk kembali madheg narendro dengan mengorbankan orang yang ingin menyayanginya dan menyanding orang yang tidak begitu disayangi.

Melihat kenyataan seperti itu, Sinto menyadari bahwa ia sedang menghadapi kenyataan pait. Cinta Romo hanya untuk adi kinasih walau orangnya telah mungkur. Yang dimiliki Sinto hanyalah sosok Romo, bukan hati Romo. Yang dihadapnya hanyalah raga Romo, bukan sukmanya. Yang digenggam Sinto hanyalah secarik kertas nikah, bukan jati diri Romo. Sukma Romo tidak disisihnya, tetapi mengembara ke gua sunyi mendengarkan dengung kidung2 Lesmono. Melihat kenyataan itu, Sinto makin merana. Ia dinikahi bukan atas dasar cinta. Ia tak lebih dari sebuah vas bunga pajangan. Entahlah, untuk menunjukkan betapa saktinya Romo dalam memenangkan sayembara, dharma sebagai satrio utomo atau hanya sebagai padalan ambisi politik Romo.

Air mata Sinto sudah habis. Sinto sudah mutung, hatinya retak ber-keping2. Ia sudah tidak bisa lagi menangis. Harga dirinya sebagai wanita tertusuk “ Aku bukan vas bunga, aku wanita yang merindukan kasih sayang dan pelukan mesra. Aku sisihan yang seharusnya disisimu, bukan hanya status ” Disisi lain, Sinto terhimpit rasa bersalah telah mengusir Lesmono. Salah apa dia ? Selama ini, pemuda lembut ini sikapnya sangat baik kepada Sinto, nyaris sempurna. “ Mengapa aku tega kepadanya ... ? “

Makin hari hati Sinto makin kalut. Ia serba salah. Sikap Romo kepadanya baik bahkan ia rela berpisah dengan yang tersayang. Sinto tidak punya alasan apapun untuk merajuk. Ia tidak bisa memaksa Romo mencintainya. Pada suatu hari ketika Romo sedang berburu mencari makanan, Sinto nekat minggat dengan meninggalkan surat singkat yang ditulisnya pada daun2 hutan.
Kangmas Romowijoyo

Sepeninggal dhimas Lesmono akhirnya saya menyadari bahwa cinta kasih kangmas hanya untuknya seorang. Bagi kangmas, saya tak lebih sebuah pelengkap untuk memenuhi statusmu. Kita tidak perlu berpura pura lagi bahwa kita bukan garwo, bukan sigaring nyowo. Oleh karenanya saya meninggalkan kangmas. Kita bercerai. Itulah yang terbaik bagi kita beriga, Saya akan mencari dhimas Lesmono untuk minta maaf dan memintanya kembali bersatu dengan kangmas. Kemudian, saya akan mengembara mengikuti jejak kaki. Semoga bahagia selalu.

Salam hormat
Sinto

Tersaruk saruk Sinto meninggalkan hutan Dhandhoko. Ia benar2 tidak tahu harus kemana pergi. Ia tidak tahu dimana Lesmono. Tidak mungkin ia pulang ke Manthili karena ayahnya telah wanti2 kepadanya untuk tidak purik. Ia jerih kembali ke Romo, hatinya sakit melihat Romo hanya menatap bulan merah membayangkan Lesmono. Sinto sudah mutung, tung. Belum lagi becek, digigit nyamuk, makan tekèk, dll. Ia melangkah dan melangkah terus mengikuti langkah kakinya. Dalam bayang2 rasa bersalah karena mengusir Lesmono ....

Tanpa disadarinya ia telah keluar dari hutan Dhandhoko dan masuk laladan lain. Hutan Jantoko yang gelap pekat, tempat yang gawat ke-liwat2. Jika ada sato kewan masuk, pasti mati. Apalagi jika itu bangsanya ayam, bebek, kambing, sapi. Pasti jadi ingkung, tong-sèng, empal atau steak. Jika ada manusia masuk kesitu, harusnya mati. Tetapi laladan ini lebih gawat. Yang masuk mesthi disiksa, dislomoti rokok, dan ditempilingi dulu. Banyak manusia hilang disini tanpa ketemu kuburannya. Wé lha dalah gawat nian .... , laladan apa ini ? DOM ! ... daerah operasi militer. Wuaduh, lantas siapa komandan DOM-nya ? Dalam keremangan samar2 muncul sosok tubuh tinggi besar. Rahang bawahnya panjang dan taring tunggalnya mencuat keatas mingis2. ... Kolonel Telik Sandi negara adidaya Alengko Dirojo ! ... Dityo Kolo Marico !
Eèèèng ... ing ... èèèèèèèèèèèèng .....

+ Kiiiiiii... !
- Opo .... !
+ Gamelannya kok begitu ?
- Iki gamelan Londo, tau’ ?
+ Begini saja, Ki : mung, mung gung mung gung mung gung mung .., mung ...
- Emoh ah, èlik
+ Kok jelek ?
- Suaramu pating gedhumbrèng koyo èmbèr di thuthuki !
+ Wo, nggih ...

25.11.00

II. Parwo Jantoko

Episode 10
Janda di Sarang Penyamun
________________________________________


Begitu masuk Dewi Sinto langsung diinterogasi Dityo Kolo Marico.
“ eiiiit .... ini ada cewek nan cantik jelita, ... siapa kau, dari mana asalmu, ngapain kesini ? ... mana ktp, sim, paspor, visa, izin kerja, daftar riwayat hidup, ppn, pajak, ... dst ... dst “
“... Tumbaaaaas ... Aku kesini mo beli bakpya pathook ... Kamu siapa ?“
“ eiiiiit ... disini tidak ada bakpya pathook, adanya minyak tanah, mau ? Saya Dityo Kolo Marico van der Alengko Dirojo. Siapa kau ?
“ Wo, kamu Kolo Wahing, to ?
“ eiiiit ..., wahing ?
“ Lha, Mrico itu rak bikin wahing, to ? Aku Dewi Woro Sinto binti Janoko von Manthili “
“ eiiiit ..., putri Prabu Janoko, to ? .... monggo ... monggo ...
“ Kamu tahu keadaan Manthili ? “
“ eiiiit ... tahu. Intelejen saya melaporkan keadaan Manthili sedang krisis ekonomi !
“ sik, siapa bossmu .... ?
“ eiiiit ..., Sarpokenoko menko polkam itu boss dan istri saya. Rajanya ratu gung binatoro yang menguasai hutan ini Prabu Rahwono.”
“ Apakah kita bisa berbicara dengannya ?
“eiiiit ..., kebetulan, dua-tiga hari lagi mereka akan datang. Silahkan tinggal di dalem Kolo Marican, gusti Dewi“
“ Bagus, aku mau buat political deal dengan sang Prabu ... “

Mengetahui keadaan Manthili sedang susah darah negarawan Sinto terusik. Ia tahu bahwa Alengko adalah negara facist adidaya yang sangat kaya raya.

Beberapa hari kemudian datanglah penguasa rimba Jantoko, maharaja Prabu Rahwono dengan diiringi oleh adiknya, Dewi Sarpokenoko. Prabu Rahwono tubuhnya tinggi besar dengan badan gempal penuh otot pating pethekol mirip Ade Rai, Arnold Schwarzneger, atau the Rock. Lehernya leher beton dengan rambut gimbal terurai krembyah2. Prabu Dosomuko adalah raja pemarah – bludregan. Ia tidak bisa dibilang tampan. Rahangnya pesegi kukuh yang justru memancarkan citra jantan. Matanya mudah melotot. Jika bicara seperti mem-bentak2 dan selalu diikuti dengan sumpah serapah. Jika berjalan selalu menghentak hentak bumi sampai serasa ada gajah lewat. Raja gung binatoro ini sangat pd, nyaris megalomania.

Sarpokenoko adalah wanita militer. Tubuhnya juga tinggi besar. Dandanannya menor dan suaminya banyak. Poliandri umum diwaktu itu. Di Mahabharata Dewi Drupadi atau Dewi Pancali bersuamikan lima orang. Kol. Marico adalah salah satu suami Sarpokenoko.

Setelah dikenalkan dan basa basi, Sinto mulai bicara
“ Prabu Rahwono, izinkan saya bicara ‘
“ Mau apa kau ! “ Dengus bernada bariton keluar dari rahang kukuh Rahwono.
“ Negara saya miskin, kanjeng Prabu. Saya hendak minta bantuan. Sebagai imbalan, negara kami akan menyerahkan pangkalan militer “
“ Mengapa harus membantumu, hah “ Sang raja ganas bereaksi “ Tak gempur negaramu jebol ! “ Rahwono menggeram menunjukkan jati dirinya sebagai makluk ganas. Sinto yang selama ini dirundung nestapa mendapat kesempatan untuk melupakan pedih hatinya. Ia tertantang menjinakkan si buas.
“ Kanjeng Prabu tidak perlu menggempur negara saya yang miskin dan lemah. Mengapa tidak menggunakan modus operandi yang lain ? “ Sinto tersenyum manis. Ia menyukai peranan barunya. Kemanapun ia pergi selalu dilelo lelo seperti golek emas. Tidak ada seorangpun mengijinkannya bekerja keras. Sekarang ia harus meyakinkan si Penyamun. Ia menyukai peranan barunya. Semangatnya ma-kantar2. Disisi lain sang maharaja ter-heran2 ada makluk lemah dan rapuh ngèyèl. Ia selalu berhadapan dengan raja2 dan satria2 perkasa dan berujung dengan lutahing ludiro (banjir darah). Sekarang berhadapan dengan wanita. Raja besar yang kuper dengan wanita jadi kikuk. “ Modus operandi apa ? “

“ Nglurug tanpo bolo, menang tanpo ngasoraké, dan sakti tanpo aji “ Sinto menyembah takjim. “ Opo kuwi, ndhuk ? “ Rahwono mulai tertarik. Ndhuk ! Sinto nyaris berteriak kegirangan, nada ndhuk-nya nada kekeluargaan. Si Penyamun sudah tidak lagi melihat dirinya sebagai mangsa ! Diusapnya keringat dingin di keningnya.

Episode 11
Si Molek dan si Buas
Beauty & the Beast

________________________________________

“ Selama ini baginda selalu mengerahkan wadyo bolo pirang2 bergodo, menang dengan mengalahkan dan selalu ngagem aji2 “ Sinto mengerahkan kasudibyan salesmanshipnya. “ Sekarang kita coba menaklukkan tanpa wadyo bolo, tanpa aji2, dan tanpa menyakiti warga sana, bisa tidak “ Sikap Sinto mengusik “ Selama ini gusti Prabu selalu memakai modus operandi lutahing ludiro, sekarang kita coba modus baru, kanjeng Prabu “ Wajah sangar Rahwono meredup, ia menyimak kata2 Sinto dan Sinto mulai berkicau. Saat itu Sinto merasa bebas, lepas dari suami yang tidak mencintainya. Ia menjadi dirinya.

“ Kanjeng Prabu sugih kendel bondho wani. Itu memang perlu tetapi tidak cukup “
“ Opo manèh ? “
“ Sugih pétung bondho kaweruh. Kaweruh itu digembol ora metosol, diguwak ora gemrosak “
“ Wuik, opo kuwi, ndhuk “
“ ... ihik, hik, hiiii hikk ... saya juga tidak tahu ... cuma mbagusi kok ... hik hik ...“ Sinto terkikik sambil menutupi mulutnya. Wajahnya tampak naif dan manis. Seperti bocah ketahuan bohongnya. Sang Raja ter-bahak2 dikerjain gendhuk itu.
Kemudian pembicaraan bergeser, Sinto mulai bicara tentang dunia kecilnya dihutan kemarin. Tentang kembang Sepatu, Menur & Kenongo, burung Bekisar, bahkan tok-érok dengan matanya yang seperti kelereng. Dengan mata berbinar diceritakannya sayap2 bening bandhempo yang seperti kain sutra. Sampai larut malam.

Pada hari yang lain Sinto bicara tentang Jongko Joyoboyo, tentang serat Purbojati, tentang ngelmu bejo Ki Ageng Suryo Mentaram. Lalu ke Timur Tengah. Dilantunkannya aporisma Kanjeng Resi Kahlil Gibran. Tentang butir2 pasir dan buih2 dilaut, tentang hampa, sunyi dan senyap. Kadang digelorakannya puisi dari entah berantah.
Selama ini dunia Rahwono adalah dunia satu dimensi. Selalu tentang darah, darah, dan darah. Malang melintang dari satu medan laga ke medan tempur lainnya, Dalam keriuhan ringkik kuda, deru campur debu, lolong kematian, sumpah serapah. Tentang bagaimana meretakkan rahang lawan. Tentang bagaimana menebang leher musuh. Tentang bagaimana memporakporandakan pertahanan lawan. Dunia lutahing ludiro ... bau anyir mengikuti kemana Raja beringas ini pergi. Kini Sang Penyamun teretegun melihat dunia lain. Dunia yang tak pernah dijenguknya. Tentang Semprang yang ekornya njeprik, tentang anak2 bebek yang namanya minthi.
Kemudian tentang Ronggowarsitan; tentang Kolotidho, Kolobendu, dan Kolosubo. Tentang Unining Uninang Uninong Syech Siti Jenar. Sang Maharaja tergugah; ia melihat dimensi lain selain genangan darah merah. Ia mulai menyukai kicauan si burung Pipit kecil mungil, si gendhuk Sinto. Gendhuk mungil itu menghadirkan pelangi dalam hidupnya.

Disisi lain, rasa bombong merayap dihati Sinto. Berbulan di alas Dandoko serasa tidak punya arti. Di Jantoko ia melakukan peranannya nyaris sempurna. Negotiator par excellence ! The beast nyaris dijinakkannya, ia tidak lagi buas. Harga dirinya membubung naik. Mendung yang menyaput wajahnya tersibak sampai sumeblak. Kecantikannya kembali mencorong seperti bulan moblong2. Semua orang terpesona oleh kecantikannya tetapi si buas ini tidak. Ia sudah tuwuk dengan gadis cantik. Baginya, mencari gadis ayu semudah memijit buah Ranti. Ia lebih menyukai kicauannya dan Sinto sangat berbahagia dengan sorot mata menyanjung dari si buas. Hati Sinto ber-bunga2. Ia merasa bebas, seperti burung terbang diangkasa melayang-layang. Sinto menjadi sedikit liar.

Malam itu bulan purnama. Sinto & Rahwono bercengkerama berdua dipinggir sebuah sungai. Entah apa yang sedang terjadi, mungkin Bathoro Eros sedang lewat disitu. Atau Sinto ikut2an meminum anggur Sang Penyamun yang membuatnya sedikit pusing. Suasana begitu indah dan Sinto tergerak untuk mengramasi rambut Sang Penyamun yang gimbal dan krembyah2. Sang maharaja manut, ia telentang dipinggiran pasir kali yang basah. Dibiarkannya gendhuk mungil itu membasahi rambutnya. Sambil berdendang, Sinto mengeramasi rambut Sang prabu. Kemudian dibasuhnya muka Sang Raja sambil tiap kali membetulkan kemben yang lobok. Kemben pinjaman mbakyu Sarpokenoko kedodoran. Selalu mlotrak mlotrok.


Episode 12
Julang Pilar Legam
________________________________________


Lama2 Sinto gregeten. Kemben akirnya ditanggalkannya dan ia bertelanjang dada. Sepasang cengkir gading yang indah bergelantungan dengan bebasnya. Sinto membasuh leher Rahwono, kemudian kebawah, mengusap badan Sang prabu yang penuh bulu. Badannya bergoyang dan terkadang sepasang cengkir gading itu berayun-ayun menyapu badan Rahwono. Ketika membasuh lengan, telapak tangan Sang Raja dilekatkannya ke dadanya.

Ketika sampai kepinggang Sang Raja, tanpa wigah wigih disingkapnya kain Rahwono. Janda muda itu terkesiap nyaris terpekik. Ada pilar menjulang tegak. Seperti batu gilang hitam legam. Besar. Untuk sesaat Sinto terpana dan terasa darahnya berdesir. Diambilnya segayung air dan disiramnya pilar hitam itu. Kemudian diusapnya pilar itu. Jari2 lentiknya tampak mungil menyusuri pilar yang menjulang seolah menuding indahnya Sang Ratri. Lalu dikecupnya mahkota pilar itu. Seolah mengecup sekuntum mawar. Bukan mawar merah atau putih, mawar hitam. Mulutnya tampak kecil, apalagi ketika pilar itu masuk kemulutnya. Beberapa saat pilar itu diantara kemungilan jari2 lentik dan mulutnya. Lalu didekapnya pilar itu kedadanya. Pilar itu terasa hangat. Dan putik sepasang cengkir gading itu merona ke-merah2an. Tiba2 Sinto merasa ada yang basah mbrebes mili dari dirinya, dan hangat. Sembari berdiri dibukanya kain yang menutup tubuhnya. Ia kini berdiri tanpa sehelai benangpun dan rembulan membuatnya seperti bersinar gilang gemilang. Rahwono memandangi tubuh mungil indah itu. Dan pilar legam itu terangguk-angguk, seolah memengagumi keindahan tubuh molek itu.

Sinto merebahkan badannya kepaha Rahwono. Seperti cecak ia merayap ke tubuh Dosomuko yang terlentang. Pelan2 keatas sambil menciumi seluruh tubuh Sang Penguasa rimba Jantoko. Cengkir gadingnya menyusuri tubuh Rahwono yang penuh bulu. Dua2nya tergetar. Terasa bagai ada dua butir kerikil diujung cengkir gadingnya menyentuh tubuh Sang Raja. Akirnya Sinto sampai keatas, nafaspun menderu. Dikecupnya pipi Sang Penyamun dan kemudian didapatnya mulut Sang Raja. Desah nafas keduanya makin menderu. Tangannya me-raba2 mencari-cari pilar itu. Antara gairah dan sedikit takut karena pilar yang kelewat besar Sinto ... sensor ... sensor .... sensor ....

Sekian lama ia menikah, Sinto tidak pernah merasakan dirinya begitu nikmat. Suksmanya serasa terbang melayang ke awan. Selama ini ia merasakan suami yang setengah hati, yang stereo. Dengan pilar yang juga setengah hidup. Seperti plembungan kurang angin. Kini ia merasakan tenaga sebatang pilar legam. Tubuh Sinto meregang, bergetar dan denyut2 itu terasa nikmat. Ahhhhh .... , akirnya Sinto terkulai meringkuk didada Rahwono dan akirnya tertidur pulas. Sinto bermimpi seolah berjalan diantara awan diiringi ribuan tok-érok kesayangannya.

Baru kali ini Rahwono merasakan seorang perempuan begitu bergairah kepadanya. Selama ini yang dihadapinya adalah perempuan2 yang ketakutan. Yang terpaksa melayaninya. Ah, Pipit kecil, sukakah kamu denganku, Raja penyamun ? Ia membatin. Dilihatnya Sinto yang meringkuk tertidur dengan senyum tersungging. Pipit kecil yang malang, mengapa kau blusukan dibelantara ini ? Rahwono mengusap tubuh mungil itu dan berkata dalam hati. Apa yang kau inginkan, ndhuk ? Katakan, ndhuk. Kubuatkan Taman Asoka dari taman kadewatan untukmu. Yg ada tok-éroknya, ya ndhuk. Pelan2 dibopongnya burung Pipit mungil itu pulang.

Sebuah pemandangan yang kontras. Si molek dan Sang Penyamun. Yang satu meninggalkan jejak2 berdarah, satunya tak pernah bersua dengan kekerasan. Yang satu belia, baru belasan tahun. Satunya sudah bangkotan, bahkan lebih tua dari ayahnya. Yang satu menebar aurora sangar, satunya membiaskan keindahan. Dan ...., putik2 cintapun bersemi diantara kedua insan itu.

Sinto mendhem jero, wewadi penyimpangan sex Romo & Lesmono tidak dibuka kepada Rahwono. Ia hanya mengatakan tidak berbahagia dengan Romo dan minta pegat. Sinto minta bantuan Rahwono untuk menyampaikan talak-3. Permintaan2 Sinto dipenuhi. Yang pertama Kolo Marico diutus untuk menyampaikan kehendak Sinto untuk bercerai. Menyampaikan talak tiga. Kedua Sinto minta bantuan mbakyu Sarpokenoko untuk menemukan Lesmono dan mengembalikannya kepada kakaknya. Sinto dan Prabu Rahwono akan ke Manthili melaksanakan usulan Sinto tentang pangkalan militer dan bantuan keuangan.

Episode-13
Sarpokenoko Grumpung
________________________________________


Di Alas Dhandhoko Romo sedang kalang kabut, istrinya hilang. Pondok morat marit dan ada banyak sekali bekas2 lutung, kera, bedhès dan semacamnya. Romo tidak tahu bahwa nawolo yang ditinggalkan Sinto telah diambil lutung2 mbeler. Mungkin dimakan lutung2 trondholo itu atau binatang lain. Beberapa hari ia menjelajahi seluruh hutan mencari cari istrinya tanpa hasil. Romo me-nebak2, apakah Sinto diculik emban Mantoro ? Tidak, tidak ada jejak2 kaki orang disitu. Atau purik ? Romo berharap begitu, mungkin Sinto tidak tahan hidup miskin di hutan dan minggat pulang.

Syukurlah jika begitu, Romo iklas dan bertekad akan menjemputnya jika ia sudah mukti wibowo lagi. Tetapi ia kuatir istrinya tersesat. Terlintas dalam benak Romo, bagaimana jika diculik Gandarwo2, Wewe2, dan Banaspati bala tentara Bhatari Durgo alias Gèdhèng Permoni von Kasetran Gondomayit ? Wé, lhadalah ... ! Romo mulai panik. Dengan segera ia matak aji, sedheku bertapa untuk kontak dengan Setro Gondomayit (karang semerbak bau mayat), papan segala makluk halus.

Dityo Kolo Marico misuh2 doncak dancuk. Masa Kolonel telik sandi disuruh menceraikan orang. Talak tiga, lagi. Itu urusan KUA, bukan urusan intelejen ! Byangané ! Namun, ia militer, harus patuh menjalankan perintah atasan, apapun perintah itu. Tradisi jurit, ia tidak boleh pulang sebelum tugas selesai. Dengan mudah Kolonel itu menemukan pondok Romo. Disana dilihatnya seorang pemuda tampan sedang samadi. Raut mukanya keruh dan siap meledak karena panik. Marico mbatin : wah, harus hati2. Kalau datang2 mak jedhul harus ngasih tahu bininya kasih talak 3, malah gué yang dijadikan sasaran. Ini pemuda digdoyo, ntar palé gué benthèt. Setelah ber-pikir2 Kolo Marico memutuskan merubah dirinya jadi kijang Kencono yang jinak agar bisa menunggui Romo dari dekat tanpa mengundang kecurigaan. Nanti kalau keadaan sudah aman, barulah akan disampaikan berita buruk itu. Tetapi Kolonel itu lupa sesudah malih rupa, tidak memakai parfum !

Romo yang sedang semadi mengendus bau Dénowo. Ada Kijang Kencono didepan matanya tetapi baunya kok Denowo ? Romo curiga, jangan2 kewan ini jelmaan prajurit Setro Gondomayit yang menculik Sinto. Dengan segera dikejarnya Kijang itu. Kolo Marico kaget dan lari nggenjring. Sampai ter-engah2 Romo tidak berhasil menangkap Kijang itu. Lama kelamaan ia menjadi gemas, dipanahnya kewan mencurigakan itu. Kena dan Dityo Kolo Marico meraung kesakitan. Raungan kematiannya begitu keras membahana sampai terdengar diseantero rimba.

Disisi lain dari hutan Sarpokenoko berhasil menemukan Lesmono sedang terpekur semedi memejamkan mata. Dengan bergegas paha Lesmono akan ditepuknya. Namun, belum sempat niatnya tercapai terdengar raungan kematian suaminya. Saking kagetnya, Sarpokenoko menepuk paha terlalu keras. Lesmono terbangun dari semedinya karena mendengar raungan Kolo Marico. Belum pulih dari kagetnya mendengar raungan, tiba2 didepannya ia melihat raseksi dan memukul pahanya dengan keras. Secara reflex Lesmono bereaksi menampar si raseksi. Sarpokenoko yang ditampar mukanya spontan membalas – plok ! Tanpa sempat berbicara keduanya tiba2 terlibat dalam pertarungan. Sarpokenoko konsentrasinya buyar kuwatir dengan keadaan suaminya. Karenanya dengan mudah Lesmono berhasil menjiwit hidung Sarpokenoko dan diplintirnya sampai grumpung. Karena mengkhawatirkan nasib Kolo Marico, Sarpokenoko gelisah dan melarikan diri sambil me-raung2 kesakitan. Ditengah jalan ia baru menyadari bahwa hidungnya grumpung. Sebagai wanita, ia lebih kawatir dengan hidungnya dari pada memikirkan suami dan tugasnya. Ia berbalik arah tidak menuju ke pondok Romo tetapi kembali ke DOM Jantoko supaya bisa mengobati hidung grumpungnya.

+ sik, sik, sik, ki Dhalang
- opo Jo ?
+ Lesmono itu laki2, kok njiwit hidung ?
- Artiné opo ?
+ Yang jiwitan itu hanya perempuan, to ?
- Lho, kok pinter kowé Jo ...


Episode-14
Dada yang Membara
________________________________________

Selendang Sinto yang seharusnya diberikan kepada Lesmono sebagai bukti bahwa ia utusan Sinto ketinggalan. Lesmono menemukan selendang itu jadi bingung. Pertama terdengar raungan kematian, tahu2 ada Rakseksi menyerang, dan sekarang ada slendang Sinto disini. Ada apa ? Jangan2 ada masalah di pondok Romo ? Dengan bergegas Lesmono menuju pondok Romo.

Lesmono akhirnya bertemu dengan Romo yang sedang kebingungan memandangi bangkai Kijang yang telah malih kembali keasalnya menjadi Diyu. Ke-dua2nya me-nebak2. Yang dicurigai pertama adalah emban Mantoro. Tetapi kemungkinan ini ditampiknya karena mereka tahu emban Mantoro tidak punya andhahan Dénowo. Mayat Yakso ini memakai ageman jurit tetapi tanpa identitas. Kolo Marico adalah tentara intelejen, yang selalu menyembunyikan identitasnya. Mereka menganalisa sampai pusing tetapi sama sekali tidak mendapatkan petunjuk. Sinto hilang lantas ada raksasa malih rupa jadi kijang dan mati sebagai tentara tanpa identitas. Kemudian ada raseksi menyerang Lesmono sambil membawa selendang Sinto. Kesimpulannya hanya satu : Sinto diculik ! Yang nyulik pasti suatu organisasi, kemungkinan dari negara lain. Siapa dan dari Negara mana ? Apa motivasinya ? Sama sekali tidak terlintas dibenak kedua satrio itu bahwa Sinto minggat minta pegat. Dengan adanya bukti2 ditangan, kemungkinan Sinto purikpun mereka tepis jauh2.

Tiba2 kakak beradik itu menyadari betapa mereka saling merindukan. Dengan penuh perasaan Romo membelai adik kinasih. Dikecupnya kening Lesmono, didekapnya kekasihnya seolah tak akan dilepaskannya. Seumur hidupnya. Dikecupnya bibir Lesmono dan nafaspun makin menderu ..... sensor ... sensor ... sensor ... Lesmono tersenyum dan samar2 dekik dipipinya muncul. Ia kemudian merebahkan diri ..... sensor ... sensor ... sensor ... Hari2 kemudian menjadi terasa manis bagi sepasang kekasih ini. Tiada lagi wajah mbesengut Sinto. Mereka muncul dalam jati diri mereka yang paling sejati. Tanpa perlu bersikap lamis.

Dihantam petaka beruntun, terjungkal sebagai calon Raja, putus kasih dengan Lesmono, kehilangan istri, mendengar berita bahwa ayahanda tercinta sudah meninggal membuat Romo makin dewasa. Romo kini bukanlah Romo yang dulu, yang hura2 dan poya2 sodom sana sodom sini. Romo sekarang adalah pria matang.

Romo marah kehilangan istrinya. Bukan karena sangat mencintai Sinto tetapi harga dirinya sebagai pria terinjak. Siapa berani mencuri Sinto dari sisinya ? Kemarahannya juga makin menguat terhadap emban Mantoro yang mendepaknya dari singgasana. Seandainya ia tidak terpental dari singgasananya ia tidak harus menanggung malu kehilangan istri. Adrenaline pemuda bermental baja ini mulai mendidih. Ia bersumpah akan mencari istrinya sampai keujung dunia. Siapapun pencurinya ia akan berhadapan dengannya. Romo menengadakan mukanya dan telunjuknya menuding langit. Ia berteriak lantang, ... emban Mantoro ! Tunggulah titi wancimu ! Kemudian ia tengadah seolah menantang langit ... yang menculik Sinto, tunggulah kematianmu !

Bumi gonjang ganjing, langit kethap2, ... blah , ... blah, .... blah, ... Ong ... ing ... oooooooooong ...
Romo dan Lesmono berjalan dan berjalan mengembara sambil memadu kasih. Mereka telah meninggalkan alas Dandoko dan berjalan menikmati indahnya hamparan didepan matanya. Dibalik penampilan pemuda bersahaja ini, bara didada makin membara. Sebenarnya ia tidak beda dengan Rahwono. Ke-dua2nya Predator, punya naluri untuk bertarung. Dua2nya sang penakluk. Bedanya, Rahwono Gladiator nglegeno – tiap orang bisa dengan mudah mengenali bahwa ia gladiator hanya dengan melihat fisiknya yang mirip penyamun. Romo adalah Gladiator elegan. Tampan, bersahaja, dan santun.

+ Ki, .... bukankah supoto Sharwono sudah selesai dengan wafatnya Prabu Dosoroto
- Apa maksudmu ?
+ Mestinya penyimpangan sexual kedua satrio itu sudah pupus, bukan ?
- Ya ?
+ Sesudah supoto, Lesmono tetap wadhat dan Romo sebelum menemukan Sinto tidak juga menikah. Sesudah ketemu, rujuk, lantas cerai, Romo tetap tidak menikah lagi. Artinya homosexualitasnya tidak sembuh, Ki
- Terus ?
+ Artinya, kedua satrio itu begitu bukan karena supoto ! Mereka memang dari sononya begitu. Romo Lesmono itu kisah cinta abadi, Ki.
- Kok pinter kowe, Jo
+ Masa Sinto bersama Romo pendek sekali. Katakan 3 tahun sebelum ditundung. Sesudah itu pisah 15 tahun lamanya. Rujuk hanya sebentar, mungkin 5 tahun. Jadi total hanya 8 tahun. Pertanyaan, dimana keagungan kisah cinta Romo-Sinto ?
- Embuh

Episode 15
Pitam di Manthili
________________________________________

Di dalem Kolomarican Sarpokenoko meradang. Diperintahkannya seluruh jajaran DOM Jantoko untuk mencari kedua satria dan mencari jenazah Komandan Kolo Marico. Bahkan dikerahkan juga sekutunya, pasukan Setro Gondo Mayit. Dipimpin oleh Dityo Kolo Gondobahu yang mengerahkan segala lelembut, Gandarwo, Wéwé, Wedhon, Lampor, Banaspati, Kuntilanak, Sundel Bolong, juga Sundel Kramtung. Juga si manis jembatan Ancol, Drakula, Frankestein, dll. Seluruh alas Dhandhoko disisir; jika ketemu orang diinterogasi, disiksa, ditempilingi supaya menunjukkan kedua Satrio itu. Sambil me-lolong2 kesakitan, Sarpokenoko meninggalkan Jantoko menyusul abangnya yang sudah di Manthili bersama Sinto.

Sepanjang jalan Sinto-Rahwono bak pengantin baru. Sinto makin merasa berbahagia, ia tidak saja bisa melepaskan diri dari hari2 menyakitkan di Dandoko tetapi ia menemukan seseorang yang diimpikan. Berkuasa, kaya raya, gagah perkasa dan mencintainya. Dan ngejreng.

Prabu Janoko nyaris pingsan ketika mengetahui putrinya datang bersama wajah sangar yang sudah dikenalnya : Raja penyamun. Anehnya, wajah Sinto tampak semringah dan Sang Rahwono berjalan gontai, seperti Singa kekenyangan. Betapa lega hati Prabu Janoko ketika diketahuinya bahwa Rahwono tidak bermaksud jahat. Setelah melepas rindu dengan orang tuanya, Sinto munjuk atur

“ Kanjeng romo, saya telah pegatan dengan Radèn Romowijoyo “ Sinto mendhem jero. Wewadi kehidupan bisex Romo disimpannya rapat2. “ Talak tiga sedang disampaikan Kolonel Kolo Marico. Diperjalanan saya ketemu dengan kanjeng Prabu Rahwono yang bersedia menjadi IMF menggantikan Ayudyo. Tadi sempat mampir ke kedutaan Ayudyo. Kami ditolak masuk tetapi Prabu Rahwono memaksa, prajurit itu dibanting sampai mecèdhèl. Duta besar dijewer sampai kupingnya kawir2. “
“ Wah, nanti kalau Ayudyo menyerang Manthili, bagaimana ? Parabu Janoko kuatir
“ Pak Dubes sudah di-wanti2 utang Manthili supaya ditagih ke Alengko Dirojo “
“ Wah, wah, wah ... “ Prabu Janoko geleng2 kepala. Mana berani ?

Belum lepas dari kagetnya, Prabu Janoko dikejutkan raungan Sarpokenoko yang datang dan me-lolong2 hidungnya grumpung. “ Duh, duh aduh ... Kakang Prabu hidung saya grumpung ... “
“ Siapa berani menyakitumu, hah “ Rahwono naik pitam
“ ... dipithes Lesmono ... dan Kolo Marico dibunuh Romo ...“
“ Kurang ajar ! “ Raung sang Raja dan ia bergegas hendak melabrak tetapi Prabu Janoko dengan sigap menahan Rahwono.
“ Nanti dulu, sarèh ... sarèh ... Kakang Prabu, biarkan para prajurit mencarinya dulu, lantas kita tanyai mereka. Bukankah sudah diperintahkan demikian ? “ Janoko memandang Sarpokenoko.
“ Betul ... “
“ Sebagai Raja Gung Binatoro, tak layak Kakang Prabu Rahwono mengurusi kedua orang itu. Bukankah mereka derajadnya sudah bukan lagi Ningrat ? Mereka tak lebih dari kéré yang klèlèran dirimba raya. Jangan sampai kewibawaan jatuh, Kakang Prabu. Mereka bukan level Kakang Prabu. “ Mati2an Prabu Janoko mencoba menyelamatkan anak2 swargi (almarhum) Prabu Dhosoroto, temannya. Jika sampai Rahwono melabrak, kedua satria itu pasti menemuai ajalnya.

Dilantai, Sinto ndhéprok tertunduk. Hatinya nglangut dan tiba2 ia merasa sangat bersalah telah meninggalkan dharmanya sebagai sisihan. Ke-dua satrio itu tak ada sedikitpun punya niat buruk kepadanya. Mereka memenuhi kewajiban2nya dengan baik. Mungkin Romo membunuh Kolo Marico karena kaget dan karena dengan Lesmono mereka punya hubungan tali batin yang seperti telepati, Sarpokenokopun kena getahnya. Membayangkan kedua satrio itu di-uber2 tentara DOM Jantoko dan Kasetran Gondo Mayit, Sinto menjadi nelongso. Sambil menangis sesenggrukan dipeluknya kaki Prabu Rahwono yang sedang naik pitam.

“ Kanjeng Prabu, saya mohon jangan menempuh jalan kekerasan. Jika memang kangmas Romo tidak iklas melepaskan saya, ia pasti kembali kesini. Jika kesini lebih baik kita pegatan baik2. Kita bisa pakai Adnan Buyung atau Mulya Lubis untuk menghadapi gugatan mereka. Tidak ada masalah pembagian harta dan anak karena kami tidak punya apa2 “ Sinto menyeka air matanya. Ia sedih, pernikahannya berujung dengan kisruh. Melihat keadaan Sinto yang memelas kemarahan Rahwono padam.

Episode-16
Sinto Ngèngèr.
________________________________________

Sedang sibuk begitu, paseban digegerkan lagi dengan datangnya Kyai Banaspati, dengan rambutnya yang menyala mubal2. Langsung menghadap ke prabu Rahwono“ Gusti, kedua orang itu sudah tidak ada lagi di Dandoko. Apakah kita akan mencari sampai diluar Dandoko ? “

“ Tidak, bubarkan pasukan. Misi telah selesai. “ Dengan tegas Rahwono bertitah.
“ Sendiko, magito gito lumaksono .... “ Dan Banaspatipun menghilang dari pandangan.
Untuk sesaat suasana hening. Tiba2 Sinto ingat mbakyu Sarpokenoko. Segera ditubruknya kaki Sarpokenoko sembari sesenggrukan meminta maaf. Sarpokenoko meradang ;
“ Nih, lihat hidungku grumpung, piyé iki, hah ! “
“ Jangan kuatir mBakyu “ Janoko menukas “ Di RI banyak ahli bedah plastik, kita panggil mereka datang “

+ Sik, Ki Dalang
- Opo ?
+ Bukankah Sarpokenoko itu tidak tedhas tapak paluning pandhé sisaning gurindo ?
- Terus ?
+ Lha, alat2 kedokteran putung semua, dong.
- Terus ?
+ Dipermak pakai Ketok Mejig Blitar saja
- Yoh ...
+ Di kenthèng, Ki
- Hè’ èh.

Lebih dari sebulan lamanya mereka menunggu tetapi Romo & Lesmono tidak menampakkan batang hidungnya. Manthili tidak mengetahui bahwa kedua satria itu mengira Sinto diculik dan mereka berjalan kearah yang salah, makin menjauhi Manthili. Semenjak kedatangan Rahwono, keadaan ekonomi Manthili membaik. Proyek2 yang ter-katung2 berjalan kembali. Berbeda dengan IMF RI yang rewel, Rahwono yang sedang wuyung lebih nyah nyoh. Proposal apapun yang diajukan selalu distempel dengan ‘Yoh”. Sinto sangat bangga telah berbuat bagi negaranya. Kini Sinto sudah gemebyar dengan mas picis rojobrono dan sutro dewonggo. Bukan seperti ketika di Dandoko, miskin.
Sinto adalah pewaris tunggal Manthili dan pernikahannya bermuatan politis.

Sebenarnya homosexualitas Romo hanyalah dalih bagi Sinto untuk mengganti suami. Ia adalah wanita yang sangat sadar akan kekuasaan. Romo adalah suatu ketidak pastian, sedangkan Rahwono adalah sebuah jaminan. Manthili akan titi toto tentrem karto raharjo dalam perlindungan negara adidaya Alengko Dirojo. Seperti Cleopatra yang menyerahkan tubuhnya kepada Mark Anthony, Mesir mengalami masa2 toto titi tentrem dibawah pengawalan legiun Romawi. Seperti Cleopatra, Sinto tergerak untuk mempunyai anak dengan Rahwono untuk lebih memperkokoh posisinya. Sinto akhirnya ngèngèr ke Alengko Dirojo. Witing tresno jalaran digawé dalangé ngono, kisah ini menjadi kisah kasih Rahwono-Sinto dan Romo-Lesmono, bukan ‘keagungan’ kasih Romo-Sinto.

Dalam versi aslinya, Sinto bersama Rahwono selama 14 tahun ! Masa sih, maharaja yang begitu digdoyo tidak bisa ngeloni Sinto ? Versi Wayang Jowo juga menceritakan bahwa Sinto & Rahwono punya anak, dalam lakon Dhosowilutomo.
Karena Romo dan Lesmono tak kunjung ada kabar beritanya, prabu Janoko akhirnya menikahkan putranya dengan Prabu Rahwono. Sinto diboyong ke Alengko Dirojo. Ketika melintas selat Srilangka, Prabu Dosomuko napak gegono (terbang). Sinto dipondongnya. Selama terbang Sinto pengin main bungee jumping. Dosomuko memenuhi permintaannya, Sinto dilambungkan keatas dan dibiarkan jatuh me-layang2 kebawah. Sinto men-jerit2 ketakutan. Begitu mendekat ditanah, disambarnya tubuh Sinto. Sinto sangat suka dengan bungee jumping ini, minta lagi. Begitu ber-ulang2 mereka main bungee jumping. Pakaian Sinto menjadi modhal madhul tidak karu2an. Rambutnya mosak masik. Salah satu cengkir gadingnya malah mecuat keluar dari sarangnya.

Dari kejauhan tampak setitik noktah hitam yang makin lama makin membesar. Ternyata seekor burung Garuda yang besarnya sak hoh hah. Barangkali sebesar Hercules. Bukan Hercules Tanah Abang. Itu mah, keciiiiil. Ia adalah Kiai Jatayu, salah seorang kawan swargi Prabu Dhosoroto. Burung Raksasa mampu terbang dengan kecepatan supersonic sambil mematuk lawannya. Cakarnya yang besar luar biasa tajamnya untuk mencabik cabik mangsanya.
Èèèèèèng ing èèèèèèèèèèèèng .........

Sepasang matanya yang tajam mencereng memperhatikan Rahwono dan Sinto yang sedang me-layang2 diudara. “ Wé lha dalah “ Kiai Jatayu membatin “ Itu Rahwonorojo, Raja penyamun “ sang burung sak hoh hah mendekat dan kaget “ Lho, lho, lho, ... itu Sinto, to ? Ini menantu kawanku, kenapa ia bersama dengan raja penyamun ? Kiai Jatayu me-nebak2

Episode-17
Jatayu Kamikaze
________________________________________
Sementara itu Sinto iseng, suaminya di ithik2 perutnya. Rahwono membalas, Sinto di ithik2 perutnya. Sinto me-ronta2 geli sambil men-jerit2 dan memukuli dada sang Raja. Terkadang dijambaknya rambut krembyah2 sang Raja. Rahwono balas iseng, dikecupmya cengkir gading yang keluar dari sarangnya. Mereka bergumul gumul.
Betapa kagetnya Kiai Jatayu melihat Sinto pakaiannya modhal madhul, men-jerit2, dan memukuli Rahwono. Darahnya naik ke-ubun2nya menyaksikan Rahwono ‘mimik’. “ Hey, hey, hey, king of the beast ! Tiba2 kiai Jatayu bisa membatin dalam bahasa Sunda. “ What the fuck are you doin ? “ Bulu2 dileher sang burung tiba2 meremang, matanya me-nyala2 dan dari hidungnya keluar asap. “ Who do you think you are ? Ini Kiai Jatayu, Jogoboyo Gegono, tak thothol (patuk) endhasmu modiar kowé. “ Sang burung ber-putar2 mendekat. Ia mencoba menyergap dari belakang. Cakar yang satu akan diarahkan ke leher Rahwono, cakar yang lain siap menangkap Sinto yang pasti terjatuh. Paruhnya siap nothol (mematuk) kepala Dosomuko yang ditelikung lehernya dengan cakarnya.

Jatayu toyoy ! Bagaimana ia mau menyergap dari belakang ? Namanya Dosomuko, artinya kepalanya sepuluh. Matanya berapa ? Duapuluh, koplo ! Bagaimana mungkin ia bisa mendekat tanpa ketahuan ?

Lha, rak tenan. Dosomuko bukan tidak tahu ada yang mengancam. Ia membatin, “ Ini ada burung klintar klinter. Burung kaliren, hèh ? Memangnya lu anggep apa, gue ? Lunch ? “ Dengan beringas Rahwono berkata dalam hati “ mau apa, kau ? “ Sembari tangannya mencengkeram pedang dipinggangnya. Seperti hiu membaui darah, Rahwono menjadi beringas. “ Lu jual, gue beli !“ Rahwono kemropok “ jadi ingkung, lu ! “ Sinto tidak tahu apa yang sedang terjadi. Ia tidak tahu bahwa ada makluk2 yang sedang pentheleng2an saling menantang tanpa kata2. Sedang ‘jual-beli’ nyawa.

Dengan kecepatan penuh Kia Jatayu menukik kearah Rahwono. Rahwono telah siap. Gladiator yang sudah lumuten dengan segala macam taktik perang membuat kejutan. Sinto dilambungkannya keatas, seolah sedang main bungee jumping. Tangannya yang bebas menghunus pedang. Kiai Jatayu kaget tidak menduga Sinto dilambungkan keatas. Posisi paruh dan cakar2nya jadi salah, konsentrasinya ambyar. Apalagi Sinto men-jerit2 ketakutan. Ia mengkhawatirkan Sinto dan pada detik yang sama harus mematuk Rahwono. Dengan ukuran badannya yang kelewat besar dan dalam kecepatan tinggi, sulit baginya untuk merubah posisi.
Peristiwanya hanya beberapa detik, dengan sigap Rahwono membalik badannya, dan bet !, ia menebang leher burung malang itu. Dengan pedang saktinya, sekali tebas leher Kiai Jatayu langsung kawir2. Begitu selesai Rahwono langsung menukik menangkap Sinto yang men-jerit2 masih mengira main Bungee Jumping. Sinto tidak sadar punggung suaminya gudras (berlumur) ludiro amblong kena cakar Kiai Jatayu.

Kiai Jatayu bagaikan menabrak angin. Tahu2 lehernya terpenggal dengan brutal dan ia kehilangan tenaganya karena nadinya terputus. Burung raksasa itupun terkulai me-layang2 diangkasa dan jatuh ndepani siti bantolo. Karena kesaktiannya, Kiai Jatayu tidak langsung mati. Ketika Romo melintas disitu, kiai Jatayu mengenali Romo. Dengan sekuat tenaga ia berupaya bicara tetapi karena lehernya nyaris putus, ucapannya tidak jelas“ Sinto, ... Sinto, ... wono rrrrrr, wono rrrrrrr, “ Kiai Jatayu tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Jatayu gugur. Kedua satria ini bertambah bingung dengan sepenggal kata Kiai Jatayu yang tidak jelas. Mereka me-nebak-2. Wono ? Wono adalah rimba. Rimba mana ? Amazon, Borneo, Alas Roban ? Wono mana ? Wonogiri, Wonosari, Wonokromo ? Wono R ? Apa ini ? Wonoro atau wanoro, barangkali ? Wanoro apa ? : munyuk, bedhès, lutung, siamang, kethèk, chimpanse, gorila, orang utan ? Apa hubungannya dengan kematian prajurit Dénowo tanpa identitas. Ada raseksi hidungnya grumpung ? Ada selendang Sinto ? Kedua pemuda itu makin bingung. Tetapi secercah harapan muncul, jika burung itu me-nyebut2 Sinto berarti Sinto masih hidup. Kedua sejoli itu kemudian meneruskan perjalanannya, berjalan, berjalan dan terus berjalan.

Di Alengko Sinto ditempatkan di Taman Asoka yang keindahannya melebihi taman kadewatan. Taman ini merupakan replika Rimba Dandoko, lengkap dengan binatang2 dan kembang2 kesayangannya. Sinto hidup mukti wibowo dengan dayang2 yang tak terhitung banyaknya. Salah satu emban tua menarik perhatiannya.
“ Mbok emban kowe siapa, wis sepuh begitu kok masih disini “
“ Saya mbok emban Kromoberdopo, gusti Dewi. Dulu saya yang momong Gusti Rahwono. “
“ mbok Kromo, mbok aku dicritani masa lalu dan asal usul Kanjeng prabu Rahwono “
“ Sendiko dhawuh, Gusti. Silahkan duduk yang nyaman, ceritanya agak panjang “
“ dulu kala, di pulau Srilangka ini banyak negara2 kecil, Gusti. Diantaranya Alengko dengan rajanya Prabu Somali. ...... “

Bersambung ke episode 18 : Bilahi Birahi di Girijembangan.

18.11.00

VIII. Parwo Maespati

Episode 43
Rahwono Koplo


[ Parwo ini tidak banyak menyimpang dari pakem dan akan diceritakan dengan singkat. ]


Syahdan, dikawasan India utara terdapatlah sebuah negara besar wangsa Arya : Maespati. Maharajanya adalah prabu Arjunososrobahu dengan agul2nya Patih Suwondo. Maespati adalah sebuah negara adidaya dengan banyak jajahan.

Prabu Arjunososrobahu adalah raja playboyo. Permaisurinya hanya satu tetapi selirnya seribu banyaknya. Jika beliau mampu ngeloni satu dalam satu malam, maka setiap selir hanya dikeloni sekali tiap tiga tahun ! Jika sang raja mampu ngeloni satu tiap dua hari, maka seorang selir hanya kelonan sekali tiap 5-6 tahun. Sehingga tiap selir dipersilahkan mrongos selama 3-6 tahun untuk bisa dikeloni.

Jika satu selir minta dikeloni sedikitnya sekali dalam sebulan, maka sang prabu harus ngeloni tiga wanita setiap hari. Terus menerus tanpa libur setahun. Lha, kalau minta dikeloni seminggu sekali, Prabu Arjunososrobahu harus ngeloni 19 selir per-hari. Belum jika ada yang minta imbuh. Sehingga ia tidak sempat mengurus negara. Dokumen2 negara ditandatangani diatas ranjang yang bergoyang.

Sesudah meguru ke Resi Subali, Rahwono bertambah digdoyo dan makin jumowo. Suatu sat berhasil mengepung kerajan Maespati.

Ketika itu Arjunososrobahu sedang berpoya2 dengan selir2nya dan tidak menyadari bahwa negaranya sedang dalam keadan genting. Patih Suwondopun tak berkehendak merepoti rajanya. Akirnya terjadilah pertarungan dahsyat antara Alongko lawan Maespati. Ke-dua2nya negara2 adidaya. Dalam pertarungan itu, patih Suwondo kalah dan gugur oleh Prabu Rahwono yang perkasa.

Kematian Patih Suwondo yang waktu mudanya bernama Radèn Sumantri diabadikan Kanjeng Sunan Sri Mangkunegoro IV dalam serat Tripomo dengan tembang Dhandhanggulo. Sebagai suri tauladan.

Yogyaniro kang poro prajurit
Lamun biso siro anulodo
Duk ing nguni critané
Andeliro Sang Prabu
Sosrobau ing Maespati


Aran patih Suwondo
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakoro
Guno karyo purun ingkang dèn antepi
Nuhoni trah utomo

Artinya :

Wahai, para prajurit
Andai bisa, ambilah suri tauladan
Tentang kisah jaman dulu
Andalan Sang Prabu
Sosrobau di Maespati

Berjuluk Patih Suwondo
Dengan pengabdiannya
Yang terdiri dari tiga hal
Dst ....
Dst ...

Mengetahui agul2nya terbunuh, Prabu Arjunososrobahu marah bukan alang kepalang. Akirnya beliau sendiri yang memimpin pasukan Maespati yang sudah terdesak. Keadan kini menjadi terbalik. Pasukan Alengko tercerai berai dipukul mundur pasukan Maespati. Apalagi ketika terjadi duel antara prabu Arjunososrobahu dengan prabu Rahwono. Untuk keduakalinya Rahwono ketanggor. Sesudah babak belur dihajar Resi Subali, kini Rahwono berhadapan dengan lawan yang lebih sakti. Dan lebih kejam. Rahwono tidak mampu meghadapi kesaktian sang Maharaja Maespati dan tertawan.

Untuk melampiaskan kemarahannya karena agul2nya patih Suwondo terbunuh, prabu Arjunososrobahu menyiksa Rahwono dengan bengisnya. Ia diikat dibelakang kereta dan diseret keseluruh palagan. Seterusnya diikat dibawah Ringin kurung di Alun2. Setiap hari Rahwono disiksa, digebugi, dicambuki, dikisas, dilempari batu, dll. Ia dijadikan pangéwan-éwan, diperlakukan sebagai binatang. Penduduk Maespati yang melewati alun2 diizinkan me-nyiksanya. Siang malam Rahwono menderita azab dan sengsara. Ia diperlakukan seperti anjing geladak.

Diteror seperti itu, sang megalomania runtuh mentalnya. Ia bukan lagi sang Jumowo tetapi sudah menjadi seperti orang gila yang meng-aduh2 sepanjang hari. Ia hilang ingatan karena tidak tahan menderita teror fisik dan mental yang demikian beratnya. Ia bukan lagi sang jenderal tetapi seorang kopral yang thingak thinguk tidak dihargai siapapun. Akirnya Rahwono kehilangan kesadaran dan menjadi seperti orang koplo.

Untung ada kerabatnya, bernama Resi Pulastoro yang punya koneksi dan dihormati prabu Arjunososrobau. Dengan oom Prahasto dan Radèn Wibisono mereka bertiga memohon pengampunan agar Rahwono dibebaskan. Inilah untuk pertamakalinya Wibisono muncul dalam jagad pewayangan. Ia belajar dari oom Prahasto dan mbah Pulastoro seni diplomasi. Kelak Wibisono bakal menjadi diplomat par excellence. Permohonan kebebasan Rahwono dikabulkan tetapi bukan tanpa syarat.

Mulai sat itu Alengko beserta seluruh sekutu2 dan jajahan2nya menjadi jajahan Maespati. Dulu Alengko pernah mengalami kekalahan waktu menginvasi Poncowati tetapi tidak ada konsekuensinya karena yang mengalahkan berpembawan Resi, tidak punya sifat expansif.



Episode 44
Wibisono Jumeneng Noto


Berbeda dengan Arjunososrobahu, yang wangsa Arya, yang sangat berkepentingan mengukuhkan hegemoninya dikawasan India.
Alengko jatuh. Semua kekayannya dirampas oleh Maespati. Beruntung, atas kecerdikan Wibisono, sebagian besar kekayan Alengko sempat diselamatkan. Hanya sebagian kecil yang terampas. Semua jajahan Alengko juga dirampas. Dulu Alengko menerima upeti dari banyak jajahannya sekarang terbalik, Alengko harus menyerahkan upeti ke Maespati.

Alengko dilucuti habis2an. Seluruh akademi militer di Alengko dilikuidasi. Empu2 dan pandhé2 besi pembuat senjata dipenjara. Anggaran militer dibabat habis2an. Jendral2 senior dipensiun dini. Yang muda2 diawasi secara ketat.

Maespati menempatkan seorang gubernur Adipati Matius Suharnanto di Alengko. Ia yang mengesahkan RAPBN, mengumpulkan upeti dan memberangus mantan jendral2 Alengko. Semua media masa dikontrol rezim Suharnanto. Alengko kini menjadi pitik trondhol. Tidak berdaya.

Prabu Rahwono mengidap penyakit jiwa menjadi koplo. Jika tidak mlongo ia ber-teriak2 ketakutan dengan histeris seolah sedang disiksa. Padahal tidak ada siapapun yang mengusiknya. Rahwono mengidap trauma psikologis yang parah. Keadannya sangat mengenaskan. Rahwono ditempatkan di kasatrian Pangleburgongso dirawat adiknya, Dityo Kolo Kumbokarno. Sosok Rahwono yang gagah perkasa tidak lagi bersisia. Yang ada adalah sosok koplo. Setiap hari ia dihibur yakso klentrang klentreng itu main dakon atau keplok setan. Keduanya sama2 koplo. Karena yang meruwat sama2 koplonya, Rahwono praktis sulit sembuh.

Si ragil bagus, Radèn Wibisono dengan bimbingan oom Prahasto mengendalikan pemerintahan Alengko. Si manja belajar dan karena kecerdasannya yang diatas rata2, ia belajar dengan cepat. Ia administrator yang andal. Karena sifatnya yang santun ia disukai Gubernur Suharnanto. Setelah sekian lama akirnya Gubernur Suharnanto praktis menyerahkan semua urusan tata negara kepada Wibisono.

Karir Wibisono berkibar. Dulu ia nobody karena perbawa kakangnya yang terlalu besar. Sebelumnya Wibisono tak lebih dari anak manja yang terlalu dilindungi abangnya. Dulu ia cukup berbahagia karena abang2nya gemati, juga mbakyunya dan mbah Somali. Minta apapun selalu dipenuhi. Waktu Alengko sedang jaya2nya ia pernah ditawari abangnya menjadi raja muda di salah satu negara taklukan tetapi ia menolak. Ia berbahagia hidup di kraton. Ketika muda, Wibisono bukanlah pemuda yang punya ambisi. Bahkan ia tidak memiliki kesaktian apapun. Untuk apa ? Siapa yang berani mengusik adik Prabu Rahwono ?

Kini Wibisono menemukan jati dirinya sebagai administrator dan diplomat ulung. Berkat kepiawaiannya membawakan diri diantara wangsa Arya, ia disetarakan dengan wangsa Arya. Berkat kepandaiannya Alengko tidak terlalu terpuruk dibawah jajahan Maespati. Prestasinya yang menonjol dan solah tingkahnya yang merak ati membuat Sang Prabu Arjunososrobahu kepranan (terpikat). Atas usulan Gubernur Suharnanto, Wibisono diangkat menjadi raja muda di Alengko. Suharnanto sendiri dipromosikan menjadi Gubernur BI. Menggantikan Sabirin.

Menjadi raja ? Tak pernah ada keinginan seperti itu dibenak Wibisono. Tetapi ia menerima anugerah itu dengan antusias. Dengan kecakapan manajerial yang dimilikinya pelan2 Alengko pulih dari keterpurukannya. Dengan kecakapannya berdiplomasi Wibisono berhasil mendapat banyak keringanan dari sang penguasa.

Kini Wibisono naik daun. Ia mendapatkan banyak dukungan. Ia diterima dengan baik di Maespati dan statusnya disamakan dengan wangsa Arya. Itu sebabnya dalam pewayangan ia tidak digambarkan sebagai raksasa karena ia dianggap setara dengan wangsa Arya. Dukungan dalam negri juga mengalir. Diantaranya, ia memiliki sepasang adjudan kembar, Dityo Kolo Wasa dan Wisamatra. Wibisono menggebrak. Ia mereformasi Kabinet Alengko yang semula militeristik menjadi kabinet teknokrasi. Jendral2 senior digusuri. Ada yang semula camat, bupati, sampai kepala daerah dibabat habis2an. TNA (Tentara Nasional Alengko) disubordinasi oleh pemerintahan sipil. Sipilisasi ini meninggalkan luka. Barisan tentara sakit hati. Tetapi tentara2 sakit hati ini tak kuasa berbuat apapun. Kedekatan Wibisono dengan superpower Maespati membuat mereka tidak bisa polah.

Wibisono benar2 berjasa bagi Alengko. Pertama ia berhasil menyembunyikan kekayan Alengko. Kedua, dengan kabinet teknokrasinya ia berhasil memulihkan keterpurukan Alengko. Ketiga kalinya, ia berhasil melepaskan subordinasi Maespati. Wibisono sangat bahagia dengan keberhasilannya. Harga dirinya naik. Ia kini menikmati posisinya menjadi raja. Ia kini mabok kekuasan.



Episode 45
Ronin Pembunuh Ksatria

Kekuasan, harta dan wanita memang bak candu yang memabokkan. Siapapun akan sulit melepaskan diri dari candu ini. demikian pula halnya dengan Wibisono. Dulu ia nobody – bukan siapa2. Sekarang ia somebody – yang menentukan abang birunya Alengko. Ia berang jika ada senior2 yang keliru menyebutnya dengan Radèn Wibisono. Ia lebih suka diundang sebagai Prabu Gunawan Wibisono.

Syahdan, di Maespati terjadilah huru hara. Seorang Ronin ngamuk. Ia bernama Romo Bargowo atau lebih dikenal dengan Romo Parasu. Dinamakan demikian karena ia bersenjatakan kapak yang besarnya sak hoh hah. Ia adalah manusia yang kastanya sebenarnya brahmana tetapi sangat sakti. Ia menantang sistim kasta di jagad pewayangan yang terlalu mengagungkan hegemoni kasta ksatria.

Mengapa Ronin ini punya obsesi membunuh ksatria ? Alkisah, Resi Yamadagni dari pretapan Jatrisono marah bukan alang kepalang karena istrinya, Dewi Renuko berselingkuh kelonan dengan Prabu Citroroto. Dititahkannya anak2nya agar membunuh biyungnya. Tak seorangpun ada yang sanggup melaksanakan titah Resi yang edan2an ini kecuali si ragil, Romo Parasu. Dengan bengisnya anak2nya yang menolak tugas disupoto sehingga mati semua. Romo Parasu dengan lugas memenggal leher ibunya sampai menggelinding ditanah. Sang Resi kemudian memberi kesempatan pada Romo Bargowo meminta apa saja. Kesempatan ini digunakan se-baik2nya. Ia mohon ibundanya dan saudara2nya kembali waluyo seperti semula.

Sejak itu ia mendendam kepada raja2 dan ksatria2. Ia berkelana dari satu palagan kepalagan lain hanya untuk membunuh ksatria. Ronin penjagal manusia ini kemanapun selalu mencari gara2 agar bisa membunuh ksatria. Salah satu korban adalah prabu Arjunososrobahu. Kepala sang prabu Arjunososrobahu dipenggal hinga binasa.

Kematian diktaktor selalu membawa masalah. Timbul anarki, perebutan kekuasaaan. Jajahan2 banyak yang melepaskan diri. Termasuk Alengko. Dengan sigap Wibisono mencoba menaklukkan kembali bekas2 jajahan kakangnya dulu. Tetapi ternyata tidak mudah. Alengko telah terlanjur menjadi pitik trondhol. Tidak ada lagi pembibitan kader2 militer. Pande2 besi telah banyak yang terbunuh. Jendral2 yang tergabung dalam Partai Sakit Hati tidak mendukung. Senopati ing Alogo masih sakit koplo dalam perawatan Kumbokarno.

Wibisono memang hebat dalam hal teknokrasi dan administrasi negara. Ia cocok sebagai raja dalam keadaan negara damai. Tetapi dalam keadaan anarki dan suasana penuh huru hara, ia tidak lagi cocok. Ia kesulitan menaklukkan kembali jajahan2annya. Pemerintahannya terlanjur menjadi pemerintahan sipil.

Barisan sakit hati mbalelo terhadap Wibisono. Tanpa dukungan dari Maespati yang sedang dirundung konflik intern, Wibisono tidak lagi ditakuti. Para jendral2 tua itu mendesak Kumbokarno agar mengupayakan kesembuhan Rahwono secepatnya.

Dibawah tekanan barisan sakit hati akirnya putra Begawan Wisrowo mengerahkan kesaktiannya. Ia matak aji dan penyembuhan Rahwono makin cepat. Pelahan kesadaran Rahwono makin pulih. Namun tidak cukup cepat bagi jendral2 tua itu. Mereka ramai2 mengusung anak Rahwono yang masih belum cukup umur, Radèn Indrajid.

Wibisono yang terlanjur mabok kuasa tidak mau menyerahkan tahta kepada Indrajid yang masih bocah. Nyaris terjadi perang saudara di Alengko. Pertarungan antara pendukung Wibisono melawan Jendral2 tua yang mengusung Indrajid. Sudah barang tentu jika penyelesaiannya adalah dengan adu kadigdayan, Wibisono keteteran. Untung mbah Soma dan oom Prahasto turun tangan.

Kumbokarno didesak agar mempercepat kesembuhan kakangnya. Dengan susah payah Rahwono dipulihkan. Walaupun masih setengah koplo, Rahwono diangkat menjadi raja kembali. Wibisono tidak bisa berbuat lain kecuali menerima pengangkatan kakaknya. Namun, ada sekam didadanya. Ia ingin berkuasa kembali.

Sekian tahun kemudian, Rahwono benar2 pulih. Ketika Rahwono bertemu dengan Sinto, ia sudah pulih. Sejak mengalami sakit koplo dan memiliki bini muda, Rahwono berubah sangat banyak. Ia bukan lagi penyamun. Ia mantan penyamun. Ia berbahagia dengan bini mudanya dan anaknya Rahmuko. Pemerintahan dikembalikan kepada Wibisono sebagai perdana mentri. Tetapi Wibisono selalu dipepet oleh Indrajid dan pendukun2nya. Pendukung2 Wibisono di-uber2 pendukung Indrajid.

Kolo Wasa & Wisamitra sampai terpaksa harus minggat demi keselamatan jiwanya. Raksasa kembar ini mengembara sebagai ronin. Ksatria tanpa raja dan kerajaan. Tersesat ke Poncowati dan digebugi Kapi Joyo Anggodo.

Lanjutken ke Parwo-IX

17.11.00

IX. Parwo Senggono Duto

Episode 46
Kolo Kembar Suwito

Demikian ronin kembar itu mengakiri ceritanya.
“ Jadi sebenarnya di Alengko terjadi rivalitas tersembunyi antara geng Radèn Indrajid dan Radèn Wibisono. Yang satu menghendaki kebangkitan militerisme, yang lain ingin membuat negara Teknokrasi. Prabu Rahwono dan para pinisepuh tidak tahu adanya rivalitas tersembunyi ini. Sang Prabu sudah kapok, beliau tidak lagi mau melakukan operasi2 militer. “

“ Anoman, bawalah kedua denowo itu sementara aku berunding dengan Gusti Romo “
“ Sendiko dhawuh, pak dhé Jembawan “
“ Gusti Romo, kedua yakso tadi sebenarnya pembesar Alengko yang terbuang karena adanya intrik2 politik dalam negri “
“ Benar pendapatmu, kapi Jembawan. Aku juga berpikir demikian. Aku dengar Alengko adalah negara yang kaya raya ? “
“ Betul Gusti, menurut cerita si kembar, kekayaan negara berhasil diselamatkan Wibisono. Ia yang sekarang menjabat sebagai penguasa kekayaan negara “
“ kekuatan militernya bagaimana ? ‘
“ Dulu sangat kuat. Poncowati bisa dilibas dengan kekuatan militernya tetapi swargi Gus Subali cerdik. Ia menantang Rahwono sehingga Poncowati tidak hancur. Sesudah palagan Maespati tentunya tidak sekuat dulu namun Alengko masih menyimpan perwira2 senior yang digdoyo2. Mengapa gusti tanyakan itu ? Mau menyerang Alengko ? Wah, pertama kita mesti menyebrangi selat Srilangka. Kedua, saat ini kekuatan Alengko belum bisa kita lampaui. “

“ Perhitungannya begini, kalau kita hanya menaklukkan negara2 kecil disekitar akan lama sekali karena mereka kecil2 dan miskin2. Kita musti pertimbangkan kemungkinan menyerang Alengko. “
“ Kalau menyerang dengan cara lugu, kemungkinan menang kecil sekali. kita harus memakai strategi yang jitu “
“ Dimana titik pengapesan Alengko ? “
“ Wah, kurang tahu saya. “
“ Yang tahu siapa ? “
“ Pembesar Alengko ‘ Anoman menukas
“ Mau menanyai Kolo Kembar ? “ Jembawan menebak arah pembicaraan “ Kalau mereka tidak mau kerjasama bagaimana ?
“ Bagaimana, Anoman ? “
“ Pejah “ seperti biasa Anoman menjawab tegas.
“ Hadapkan kembali Kolo Kembar itu ‘

“ Ketahuilah wahai dityo kolo kembar. Raja Poncowati adalah prabu Sugriwo. Dulunya ia terbuang dari singgasana. Senopati yang sedang kau hadapi adalah Sri Romowijoyo, juga terbuang dari singgasana karena ulah emban Mantoro. Kami adalah perkumpulan orang2 yang terbuang dan mempunyai gegayuhan yang sama.

Maka dari itu, kedatanganmu kemari adalah kebetulan. Kami bersimpati dengan orang2 terbuang. Kamu diterima suwito disini, kembar. Bagaimana ? “
“ Wah, terimakasih sekali. Kami sudah kelamaan menjadi Ronin dan memang kami mencari junjungan tempat kami mengabdi. Kami siap melaksanakan segala perintah. “
“ Nah, begitu. Anggodo, kamu kesini. Salami ini saudara baru yang senasib sepenanggungan. “
“ Nggak usah “ Anggoto memelototkan matanya ke si kembar. Kedua kembar tahu gelagat. Dari pada babak belur ditaboki Anggodo, keduanya segera berujar

“ Tidak perlu ... kami sangat berterimakasih diterima disini.
“ wah, wah, cah gemblung tenan kok Anggodo ini “ Jembawan menggerutu.


Beberapa hari kemudian, dilakukan lagi rapat di paseban. Prabu Sugriwo duduk tenang di singgasana sebagaimana layaknya sikap raja. Anoman duduk tenang dengan mimik serius. Ia menurun oom Subali, tidak banyak bicara. Jembawan dan Mendo ber-bisik2 membicarakan perkutut kegemaran mereka. Anilo berulangkali mengatur duduknya karena perutnya yang metel2 membuatduduknya tidak nyaman. Kapi Joyo Anggodo pethitha pethithi selalu resah tidak tenang duduknya. Dengan postur tubuhnya yang tinggi besar, dityo kolo Wasa dan Wisamatra tampak mencolok di paseban.

Sang Senopati ing Ngalogo datang dengan diiringi adiknya kinasih. Dengung suara dipaseban tiba2 hilang terkena kewibawaan Romo. Sesdudah atur pambagyo dan segala basa basi, Romo berkenan melantik Dityo Kolo Kembar. Kedua raksasa itu sujud dan Romo menyentuhkan gendewanya kepundak kedua raksasa tadi.



Episode 47
Anoman Anggodo Tanding

“ Kuterima pengabdianmu. Kamu Dityo Kolo Wisamatra kulantik kujadikan kolonel marinir dan berada dibawah komando Kapi Anilo. Kamu Dityo Kolo Wasamitra kujadikan kolonel telik sandi pasukan elite dibawah komando Kapi Senggono Anoman. “
“ Sendiko dhawuh Gusti “

“ Nanti dulu, salah satu dari sikembar harus berada dalam rantai komando saya, Gusti ! “ Anggodo protes. Ia iri mengapa Anoman yang diberi, bukan dia. Paseban jadi ramai dengan perdebatan2 antara para punggowo. Setelah sekian waktu, Sri Romo mengangkat gendewanya dan kembali paseban menjadi sepi.
“ Bagaimana Anggodo, bisa menerima pelantikan ini “
“ Sendiko dhawuh Gusti “ Anggodo tidak berani berkutik lagi.

Sidang dilanjutkan dengan membahas kemungkinan invasi ke Alengko. Dimulai dengan usulan Jembawan agar pasukan Poncowati membangun angkatan laut agar bisa menyeberang ke selat Srilangka. Mendo menukas
“ Mengapa tidak membuat tambak saja ?”
“ Hus, mana mungkin membuat tambak. Wong tahun 2000an RI bikin jembatan Jawa-Madura saja tak kunjung terealisasi “ Jembawan membantah
“ Membuat angkatan laut berarti membuat ribuan kapal2. Duwitnya dari mana ? “ Mendo masih mendebat
“ Betul “ Anilo menukas ‘ keuangan kita terlalu lemah untuk membangun ribuan kapal “
Paseban menjadi sunyi senyap. Semua orang memikirkan bagaimana mendapatkan dana. Tiba2 kesunyian dipecahkan oleh suara Kolo Kembar yang hampir serempak berkata
“ Ijinkan kami bicara “
“ Salah satu bicara “ Jembawan menjawab
“ Biaya adalah masalah kecil jika kita bisa melakukan pendekatan dengan Radèn Wibisono sebab beliaulah bendahara negara. Mungkin kita tidak perlu menyerang Alengko. “
“ Wibisono ? “
“ Ya, sebenarnya beliaupun adalah kaum terbuang, dulu pernah jumeneng narendro tetapi lantas tergusur. Ia dalam tekanan kaum fasis pimpinan Radèn Indrajid. Dulu pernah bicara2 dengan saya untuk berkoalisi kembali dengan Maespati agar beliau bisa naik tahta kembali. Sayangnya Maespati sekarang sedang dilanda perang saudara pula. Jika paguyuban ini adalah paguyuban kaum2 terbuang, Radèn Wibisonopun termasuk calon anggauta. “
“ Apakah beliau mau ? Ini berarti ia akan bertarung dengan kerabat2nya ? “
“ Dalamnya laut bisa kita duga, dalam hati tak seorangpun tahu. Saya lama suwito Radèn Wibisono dan saya tahu bahwa beliau sebenarnya sudah tidak tahan ditelikung terus oleh partai fasis. Ada kemungkinan beliau bersedia bergabung. Paling tidak membiayai lurugan ke Ayudyo. Mungkin lebih baik kita mengecek kesediaan beliau. Jika perlu, saya bersedia mempertemukan dengan beliau. “
“ Wah, nanti kalau tidak bersedia salah2 rencana kita ketahuan. “

Kembali seluruh paseban menjadi sunyi. Setelah beberapa saat sang panglima bersabda. “ Kita harus mengambil resiko. Apa yang akan kita lakukan seandainya Wibisono tidak bersedia, Anoman ? “
“ Pejah “ dengan sigap Anggodo mendahului. “ saya yang akan berangkat menemui Wibisono “ kata Anggodo dengan penuh semangat. Wanoro yang tidak kenal takut ini merasa tertantang dengan keadaan itu.

“ Hus, itu bukan tugasmu. Itu tugas komandan pasukan Elite yang memang diterjunkan didaerah musuh. Anoman yang paling pas untuk pergi “ kata jembawan. Anggodo tidak menerima keputusan ini. Ia merasa lebih pantas menjalankan tugas. Paseban kembali menjadi riuh oleh ulah Anggodo yang bersikeras dan tidak mau mengalah. Lama kelamaan Anoman kehabisan kesabaran. Dari adu mulut akirnya mereka bertarung diluar palagan. Kapi Joyo Anggodo tidak gentar. Ia melawan kakang Anoman.

Jembawan dan Mendo mengelus dada. Mereka teringat momongan2 mereka, Guwarso & Guwarsi yang selalu berkelahi. Kini Anoman & Anggodo. Semua yang ada dipaseban sudah jerih dengan Anggodo dan mereka tahu hanya Anoman yang bisa mengatasi si bandel itu. Tak seorangpun mencegah ketika kedua satria ini keluar dari paseban untuk bertarung.

Tak lama kemudian Anoman kembali dengan menggendong Anggodo yang pingsan. Hidung Anoman berdarah kena tabok wanoro psychopath.




Episode 48
Senggono Duto

Perundingan di Paseban sudah selesai dan memutuskan sbagai berikut

· Anoman dengan dikawal oleh Wasamatra diutus ke Alengkopuro untuk menjalankan tugas2 intelejen negara. Mengukur dan memata-matai Alengko.
· Berupaya melakukan pendekatan kepada Wibisono beserta pengikut2nya untuk direkrut menjadi anggauta Partai orang2 terbuang.
· Jika Wibisono menolak, tugas Anoman untuk membunuhnya. Jika berhasil, Poncowati akan meminta dana awal. Saudara kembar Wasamatra ditahan di Poncowati sebagai agunan jika Wisamatra mbalelo.
· Kapi Srobo membangun angkatan laut.
· Kapi Anilo mulai membangun kapal dan menunjuk Kolo Wisamatra membuat pasukan marinir yang akan diterjunkan pertama di pesisir Alengko.
· Kapi Mendo urusan logistik militer
· Kapi Joyo Anggodo diangkat sebagai panglima pasukan grudugan.
· Dst

Gendewa diketukkan ke meja, thok, thok, thok ... Terdengar sorak gegap gempita

‘ Sendiko ... sendiko ... magito gito lumaksono ... “
Singkat cerita, Anoman dengan dipandu Wasamitra dan dua losinan prajurit pilihan diberangkatkan ke Alengko. Diantara prajurit2 itu ada yang tampak cengèngèsan ketawa ketiwi. Anoman bertanya :
“ Siapa itu ? ‘
“ Ia ahli dalam logistik pengeboman. Nanti kita perlukan dalam membuat onar di Alengko “
“ Siapa namanya ? “
“ Kapi Amrozi “
“ Yang itu siapa ?
“ Ini spesialis pasukan bunuh diri “
“ Namanya ? “
“ Kapi Iqbal “

Sesampai di Alengko, Anoman menyamar sebagai mahasiswa pasca sarjana, kuliah sastra Universitas Papan Nama di Alengko. Ia berpisah dengan anak2 buahnya yang mengontrak rumah dipinggiran Alengko. Anoman indekost di kampung yang agak elite. Ibu Kost bernama tante Sayemprobo. Ia janda cantik mantan istri perwira Alengko yang gugur dipalagan Maespati.

Sebenarnya tante Sayem sebagai worokawuri perwira Alengko hidupnya berkecukupan. Ia mempunyai kost2an hanya agar ada anak2 muda yang bisa menemaninya karena ia hidup sendirian. Anak tunggalnya bernama Dityo Kolo Pratolomaryam mengikuti jejak swargi ayahnya menjadi prajurit di Alengko.

Walau usianya menjelang 40an tante Sayem masih cantik, genit dan tubuhnya sangat sexy. Banyak perwira2 Alengko yang melamarnya tetapi ditolak semua. Ia ingin bebas berganti pacar. Tante Sayem menyukai Anoman yang serius dan santun. Anomanpun menyukai tante Sayem yang periang. Semula Anoman membantu tante memperbaiki genteng bocor, mengantar belanja, dll. Lama kelamaan mereka makin akrab.

Suatu hari Wisamatra berhasil mengontak Wibisono dan mempertemukan dengan Anoman. Sekilas Wasamatra menjelaskan misi Anoman. Setelah saling berkenalan dan atur pambagyo, Wibisono mulai berbicara

“ Wanoro seto, biar kita perjelas, sebenarnya kamu utusan siapa dan apa tujuanmu ? “
“ Kami ini adalah anggauta perkumpulan orang2 yang terbuang yang berjuang ber-sama2 agar gegayuhan masing2 tercapai. Jika Radèn bersedia, kami mengundang untuk bergabung. Kami akan memperjuangkan supaya gegayuhan Radèn bisa tercapai. “
“ Ini bukan perkara gampang. Sik, tak pikir dulu. “ Wibisono berpikir keras “ Apa yang bisa kulakukan agar bisa juga membantu rekan2 seperjuangan ? “
“ Biaya. Kami butuh biaya yang sangat besar untuk mencapai gegayuhan salah satu anggauta kami yang kehilangan tahta “
“ Sik, sik, sik .. coba cerita dari awal .. “

“ ... blah ... blah ... blah ... “ Anoman menceritakan kisah perjuangan oom Sugriwo dan Romo yang bahu membahu saling membantu. Demikian kontak pertama telah berlangsung. Wibisono bukanlah orang yang gegabah. Pertemuan2 itu dilanjutkan dengan beberapa pertemuan lagi. Sembari berunding Anoman beserta anak2 buahnya melakukan pekerjaan mata2.

Suatu hari Anoman menemani tante belanja pakaian. Ketika pulang, dengan riang tante mengajak Anoman masuk kedalam untuk memamerkan pakaian2 yang baru dibelinya. Tante masuk kamarnya dan keluar lagi dengan pakaian barunya.

“ Bagaimana Anoman, bagus ? “
“ Bagus sekali tante. Tante tampak anggun “ Anoman terpesona
“ Ah, jangan memuji dooooooong “ tante berkata genit. Tatapan mata Anoman yang terpesona tampak tulus. Tante Sayem berbahagia mendapat tatapan itu.




Episode 49
Godaan yang Fatal

“ Aku coba yang lain, ya “ tante kembali masuk kekamarnya. Tante sudah kenyang tatapan laki2 yang mengaguminya tetapi kepolosan tatapan mata Anoman lain. Tante menyukai tatapan tulus ini. Tiba2 Sayemprobo ingin lebih, ia ingin menunjukkan yang lebih indah dari itu. Ia haus, ingin mendapatkan lagi tatapan mata perjaka thing2.

“ Anoman, masuk sini. Didalam ada cermin “ tante berteriak dari dalam kamar. Dengan ragu2 Anoman masuk kamar tante Sayem. Ia heran kamar tante banyak cerminnya. Bahkan diplaponpun ada. Anoman berdiri canggung. “ duduk sini “ Kata tante sambil me-nepuk2 kasur. Anoman manut. Kembali ia heran, kasurnya mentul2. Sepertinya ini kasur air ? Anoman me-nebak2.

“ Sekarang akan aku tunjukkan yang lebih indah dari tadi. Mau ? “ Anoman mengangguk. Tante menyukai anggukan Anoman yang polos. Seperti anggukan anak2 yang tersipu ditawari permen.
“ Tunggu, yaaaa “ Dengan tersenyum amat manisnya pelan2 tante membuka stagennya. Tidak lupa diputarnya lagu slow. Anoman bengong memandangi polah tante. Dadanya berdegup kencang ketika tante sudah selesai membuka setagennya. Ketika tante sudah sepenuhnya telanjang bulat, perjaka alumni Panglawung ini sudah seperti sapi. Ngah ngoh. Sikap Anoman yang pah poh ini justru makin menyemangati tante. Ia me-nari2 meliuk-liuk mengikuti irama. Ketika lagu diganti ndang ndut yang genit, tante makin bersemangat. Ditunggingkannya tubuhnya sehingga sepasang cangkir gadingnya yang indah menggelantung ranum. Nafas Anoman menjadi makin sesak. Melihat Anoman begitu, tante Sayem makin bergairah. Ia kemudian memunggungi Anoman dengan posisi menungging. Kemudian direntangkannya pahanya lebar2. Tante sayem begitu bergairah hingga tak terasa ada bagian tubuhnya yang basah.

Se-umur2 sang perjaka Anoman belum pernah melihat pemandangan seperti itu. Dilihatnya sesuatu yang merekah dan basah diantara paha2 tante. Tiba2 Anoman mendesah. Oooops ... crut ... crut ... crut .... ia mengalami ejakulasi dini. Dengan tersipu ditutupnya mukanya dengan bantal.
[ dalam versi ini ia ejakulasi dini karena masih perjaka. Dalam versi pedalangan karena ia anak dewa yang ejakulasi dini, Anoman menderita penyakit ‘keturunan’. ]

Hampir tergelak tante melihat sikap Anoman yang lucu tetapi tante yang sudah pengalaman dengan sabar mendekati Anoman. Dilihatnya kain kampuh poleng Anoman ada bercak2. Karena malu, Anoman tidak berani membuka bantal yang menutupi mukanya. Dengan lembut tante menarik bantal dan Anoman tidak menolak. Namun, ketika bantal sudah ditarik, segera disilangkannya lengannya untuk menutupi matanya. Tante tidak bisa menahan geli. Sambil tertawa ditempelkan pipinya ke pipi Anoman untuk unjuk pengertian. Merasakan sikap tante yang penuh pengertian, Anoman menjadi lebih rilek.

Melalui sela2 tangannya ia mengintip tante yang tersenyum penuh pengertian. Dilihatnya tante kini sedang membuka kain kampuh polengnya. Tiba2 Anoman kembali dirundung rasa malu. Se-umur2 ia belum pernah menunjukkan keperjakaannya ke siapapun. Ketika tante membuka kainnya, secara reflex Anoman menutupi lagi mukanya dengan lengannya. Kembali tante merasa geli terhadap tingkah Anoman. Sambil terus menyingkap kain Anoman, tante berkata

“ Mau mimik ? “
“ Mimik ? Mimik apaan, tante ? “

Dengan senyum2 tante menyingkirkan lengan yang menutupi muka Anoman. Kemudian didoyongkannya tubuhnya sehingga satu cengkir gadingnya tepat dimulut Anoman. Dengan lahapnya Anoman ‘mimik’. Kembali tante merasa bertambah bergairah. Usahanya menyingkap kain Anoman diteruskan. mengetahui kainnya dikupas, kembali Anoman secara reflex merapatkan pahanya. Kali ini tante tertawa tergelak. Dengan tersenyum tante berkata
“ mau disebul ? “
“ disebul ? Apanya yang disebul, tante .... ?

kini Anoman sudah telanjang bulat. pelan2 tante mencari yang disembunyikan Anoman dipahanya. Mula2 ia membersihkan sisa2 cairan yang masih melekat dibatang keperjakaan Anoman. Kemudian tante mendekatkan mulutnya .. sensor ... sensor ... sensor.

Demikian, sejak malam itu Anoman bukan lagi perjaka. Hampir setiap malam Anoman ‘dimimiki’ tante Sayemprobo.




Episode 50
Anoman Picak

Tanpa terasa putik mulai bersemi didada Sayemprobo. Anoman yang hampir selalu hidup dalam keprihatinan menikmati dimanjakan tante. Anoman diajak makan2 ke resto2 yang lezat2, dibelikan pakaian bagus2, dll, bahkan dibelikan kuda agar bisa kesana kemari dengan lancar.

Namun, Anoman belum cukup berpengalaman memenuhi kehausan tante diranjang. Tante masih senang cek in di motel2 dengan perwira2 senior Alengko, yang lebih bisa memuaskan hasratnya. Anoman bukannya tidak tahu tetapi ia tidak ambil pusing. Ia adalah prajurit yang taat dan mendahulukan tugas. Benaknya dipenuhi oleh tugas2 yang belum tuntas dikerjakannya. Pekerjaan mata2 dan pendekatannya ke Wibisono berjalan sangat alot, belum menampakkan hasilnya. Beberapa kali pertemuan dengan Wibisono selalu berakir dengan keraguan.

Posisi Wibisono sulit. Disatu sisi ia punya ambisi kuat untuk naik tahta tetapi ia tidak cukup punya alasan untuk memusuhi kerabat2nya, terutama yang senior. Disisi lainnya lagi partai fasis membuatnya gerah. Tawaran Anoman memberinya peluang untuk menghantam Indrajid dan gengnya.
“ Anoman, sebenarnya apa yang sangat kau harapkan dariku “
“ Pertama, kami membutuhkan dukungan keuangan, baik untuk melakukan invasi ke Alengko maupun untuk bekal nantinya merebut kembali tahta Ayudyo. Kedua, kami membutuhkan Radèn sebagai konsultan dalam invasi ke Alengko. Yang bisa kami berikan adalah merajakan kembali Radèn.
“ Aku belum mengambil keputusan tetapi sedang mempertimbangkan. Ada beberapa skenario. Skenario pertama, aku berikan dana bantuan ke Poncowati untuk invasi bukan ke Alengko tetapi ke Ayudyo. “
“ Tetapi dengan begitu Radèn sulit menggapai cita2 ... “
“ Betul, itu yang sedang kupikirkan. Skenario kedua, aku izinkan invasi ke Alengko tetapi dengan jaminan para pinisepuh tidak terbunuh ... “
“ Wah, ini sulit. Dalam peperangan sulit sekali menjamin bahwa mereka tidak terbunuh. Apakah mereka mau ditawan ? Saya ragu itu .... “

Perundingan kembali macet. Anoman yang sudah selesai dengan penyidikan mata2 menyimpulkan bahwa sangat sulit bagi Poncowati untuk bisa menginvasi Alengko tanpa bantuan Wibisono. wibisono tidak hanya sekadar memberi bantuan keuangan tetapi nasehat2nya untuk mengalahkan Alengko diperlukan. Tanpa Wibisono, invasi ke Alengko hal yang mustahil.

Sementara itu makin lama tante Sayemprobo makin menjadi posesif terhadap Anoman. Beberapa bulan kemudian Sayemprobo hamil dan ia menggunakan ini untuk menuntut Anoman menikahinya. Anoman menolak, selain karena ia tidak mencintai, ia meragukan siapa ayah anak itu ? Anoman menuduh itu hasil perselingkuhan Sayemprobo dengan perwira2 senior. Selain itu, dalam tugasnya sebagai mata2, mustahil Anoman menikah karena ini akan mengundang perhatian khalayak.

Mula2 tante menggunakan hansip untuk memaksa Anoman menikahinya tetapi Anoman berkelit dengan mengatakan itu karena suka sama suka. Tante merasa dipermalukan penolakan Anoman.

Dari rasa mencintai menjadi posesif kini tante menjadi sangat marah akan penolakan Anoman. Selama ini ia selalu dikagumi dan diingini pria2 yang dikencaninya. Ini ada pemuda kere berani menolaknya ? Saking marahnya, tante kebablasen. Ia meracun Anoman. Maksudnya untuk memberi pelajaran anak sialan itu tetapi Anoman menjadi buta.

Beruntung Kolo Wasamitra mengetahui keadaan Anoman. Anoman dibawa ke dokter dr. Suharko. Walau ia spesialis penyakit dalam, ia bisa juga mengobati kebutaan Anoman. Setelah peristiwa ini Anoman terpaksa mengusngsi, pindah kost kedaerah pinggiran agar penyamarannya tidak ketahuan.

Dewi Sayemprobo yang makin marah akirnya mengadu kepada anaknya Dityo Kolo Pratolomaryam yang perwira muda Alengko. Sejak itu gerak gerik Anoman dan pasukannya menjadi tidak leluasa lagi karena Alengko melaksanakan sweeping. Anoman menjadi buron, bukan karena kasus terorisme atau kegiatan mata2 tetapi karena pelanggaran susila. Itulah akibat Anoman glanyongan. tugas menjadi makin sulit dilaksanakan.

Melihat keadaan yang makin genting, terpaksa Anoman mendesak Wibisono untuk membuat keputusan. Keadaan Wibisono yang sedang dilanda kebimbangan membuat Anoman nyaris kehilangan harapan. Tanpa Wibisono, misi invasi ke Alengko akan menjadi misi bunuh diri yang sia2.




Episode 51
Kudama di Taman Asoka

Untuk kesekian kalinya, Anoman dan Wibisono bertemu. Kali ini Anoman sudah mulai kehilangan kesabarannya karena sudah beberapa bulan tanpa hasil. keadaan makin buruk karena Pratolomaryam melancarkan sweeping mencari orang yang mencemarkan nama baik ibunya. Anoman terpaksa pindah2 kost.
“ Bagaimana dengan rencana pembagian harta, Anoman ? “
“ Bagito, bagi roto. Sepertiga untuk Gusti Romo supaya bisa membiayai invasi ke Ayudyo, sepertiga untuk kesejahteraan Poncowati, dan sisanya untuk Radèn Wibisono “
“ Wah, nanti dulu “ Dengan spontan Wibisono emnolak pembagian yang dirasanya tidak adil. Wibisono aadl pemikir yang cermat. Ia tidak akan bertindak dengan gegabah. Kini batu ganjalan menjaadi dua. Bagaimana melindungi kerabatnya yang senior supaya tidak terbunuh dan bagaimana agar Alengko tidak habis2an dirampog Poncowati. Anoman tahu apa yang sedang berkecamuk dibenak Wibisono dan berupaya sebisanya mengompori.
“ Coba pertimbangkan. Tanpa bantuan Radèn, tinggal dua kemungkinan. Pertama Poncowati akan membatalkan invasi. Kedua, Poncowati kalah dalam invasi. Jika demikian gegayuhan Radèn pasti makin sulit tercapai. Jika tidak terjadi invasi, Radèn sudah terlalu tua untuk jadi raja. Jika terjadi raja, pasti yang ditunjuk sebagai senopati adalah Radèn Indrajid. Kemungkinan Radèn Indrajid yang naik tahta.
Kemungkinan ketiga, walau kecil sekali kemungkinannya, Poncowati invasi tanpa bantuan Radèn dan menang. Resiko paling ringan Radèn tertawan, kalau celaka malah terbunuh. “

Upaya Anoman tidak sia2. Wibisono termakan hasutannya. Namun, tetap saja tidak mudah. Ia terjepit dengan beban balas kasih dengan para pinisepuh dan ambisi madheg narendro. Anoman makin gencar provokasinya
“ Perhitungannya, jika Radèn bersedia bergabung membentuk Triumvirat Romo-Sugriwo-Wibisono, maka kejatuhan Alengko sudah hampir bisa dipastikan. yang jadi masalah adalah bagaimana kita mengurangi korban dikeduabelah pihak. Utamanya melindungi para pinisepuh. Soal pembagian harta, karena saya ada keterbatasan wewenang, mungkin ada baiknya dinego dengan oom Sugriwo & Gusti Romo. Alangkah baiknya jika paling sedikit Radèn bersedia untuk datang ke Poncowati membicarakan langsung dengan para pengambil keputusan. “

Walau sudah begitu, tetap saja Wibisono belum mampu membuat keputusan. perundingan berjalan kaku karena pembawaan Anoman yang kurang pandai berunding dan disisi lain Wibisono benar2 mengkuatirkan keselamatan kerabat2 seniornya. Selama perbincangan dan pertemuan2 keberadaan Sinto akirnya terbuka. Kedua pihak sama2 heran. Dalam versi Wibisono, Sinto sudah bercerai dan sukarela ke Alengko. Versi Anoman, Sinto belum bercerai tetapi, entah minggat entah hilang. Bagi Anoman ini soal pribadi gustinya dan ia tak hendak campur tangan karena ia tidak menerima perintah mengurusi bini atasannya. Namun demikian, Wibisono menyarankan agar Anoman menemui Sinto, paling tidak saling berkabar.

Pada hari yang telah ditentukan diam2 Anoman berkunjung ke Taman Asoka. Ia masuk melalui tembok karena Anoman sekarang sudah buron, tidak leluasa lagi bergerak. Dari atas tembok Anoman melihat ada seorang putri yang paras mukanya bah Hapsari, cantik jelita. Tetapi tubuhnya tambun seperti Dewi Hughes. Disebelahnya ada raksasa cilik merangkak kesana kemari ber-main2. Untuk sesaat Anoman ragu2. Mana Sinto yang diceritakan gustinya sebagai ayu menik2 ? Yang dilihatnya adalah wanita ginuk2. Dengan ragu2 Anoman turun dari tembok dan mendekati sang Dewi.
“ Kulonuwun .... “
“ Lho, ada kera putih kok bisa masuk kesini, siapa kamu “
“ Saya Kudama “ Anoman menyembunyikan identitasnya. “ Saya mahasiswa pasca sarjana ... “
“ Mahasiswa kok kluyuran sampai disini. Sana kembali sana, nanti ditangkap satpam kamu “ Sinto mengusir Anoman dan mengangkat raksasa kecil itu sembari beranjak mau masuk kedalam. Dengan segera Anoman berkata
“ Saya memang ada perlu bertemu dengan gusti dewi. Saya kawan baik Romowijoyo dan Lesmono ... “
“ Romo ? Kangmas Romowijoyo dan dhimas Lesmono dari Ayudyo ? “ Sinto ter-kaget2.
“ Betul Gusti Dewi “
“ Sik, sik, sik, ..... sini masuk sini supaya tidak ditangkap satpam “ bergegas Sinto masuk ke Keputren.
Lanjutken ke Parwo-X